Sabtu, 05 September 2020

BUBUR SURO WARISAN BUDAYA TURUN TEMURUN

Ketika memasuki tahun baru Hijriah atau tahun baru Islam, kalau orang jawa biasa menyebut adalah bulan Suro, sebagian masyarakat jawa biasanya memperingati malam pergantian tahun tersebut dengan mengadakan acara selamatan dan do’a bersama yang di laksanakan diperempatan jalan, atau di pinggir jalan, yang orang menyebutnya dengan nama “Baritan” berasal dari kata mbubarake peri dan setan. Do’a bersama dan selamatan nasi tumpeng ataupun ambengan oleh warga masyarakat merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta atas segala nikmat dan karunianya, serta sebagai permohonan agar dihindarkan dari musibah dan balak selama setahun mendatang.

Setelah acara do’a bersama selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara makan bareng dengan makanan yang sudah disediakan, seperti nasi dengan lauk ingkung ayam juga lauk pauk yang lain. Ada juga yang menyiapkan bubur Suro sebagai warisan tradisi dan sebagai ciri khas menu masakan bulan Suro. Bubur Suro sangat melegenda dikalangan orang jawa, cara masaknya tidak seperti layaknya membuat bubur biasa akan tetapi diberi bumbu-bumbu seperti sere, daun salam, daun pandan, jahe, kunyit, santan kelapa,  dan tak lupa dibubuhi garam sebagai penambah cita rasa masakan. Penyajian bubur Suro untuk acara Baritan ditaruh di dalam wadah takir atau piring yang bagian atasnya diberikan toping pelengkap lauk pauk antara lain kare tahu, kering tempe, pergedel, telur dan kacang kacangan yang digoreng.



Acara sepeti ini dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah tradisi yang tidak lekang oleh waktu. Masyarakat masih banyak yang percaya dan melaksanakan tradisi budaya bangsa ini, karena dinilai masih relevan dengan keadaan sekarang. Memang peringatan upacara semacam ini tidak ada dalam ajaran Islam, namun adat istiadat atau budaya tetap dilestarikan dengan menjujung nilai luhur yang syarat dengan falsafah kehidupan. Dalam salah satu cabang hukum Islam menerangkan bahwa adat istiadat atau Urf itu bisa dijadikan dasar hukum meskipun pada level yang paling rendah, asalkan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits. Adat kebiasaan juga tidak berpotensi mengarah kepada kemusyrikan.

Peringatan menyambut 1 Muharram bukan hanya dilaksanakan di daerah Jawa saja namun di tempat lain juga menyambut datangnya 1 Muharram dengan kegiatan yang berbeda-beda. Seperti halnya di daerah Bengkulu penyambutan tahun baru Hijriyah dihubungkan dengan peristiwa Karbala di Iran, yang mana cucu baginda Nabi Muhammad SAW, putra Ali bin Abu Thalib yakni Husein yang telah gugur dalam medan pertempuran melawan Bani Umaiyah. Perayaan memperingati gugurnya Husein bin Ali bin Abu Thalib ini dinamakan upacara Tabut, perayaan ini dilakukan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo. Dalam acara do’a dan dzikir juga terdapat sajian berupa bubur merah putih sebagai pelengkap dari acara ritual Tabut.

Seperti halnya di Bengkulu, tradisi menyambut bulan Muharram juga dilakukan oleh masyarakat Jawa Barat yakni di daerah Tasikmalaya dan di daerah Garut. Sebagai bentuk peringatan atas wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, setiap tanggal 10 Muharram masyarakat di daerah Jawa Barat menyiapkan bubur merah dan bubur putih yang di sajikan terpisah yang dinamakan dengan bubur Suro, untuk dibawa ke masjid terdekat dengan beberapa makanan pelengkap lainnya. Bubur Suro ini disantap oleh para jamaah yang hadir dalam acara do’a bersama tersebut dengan harapan dapat membawa keberkahan bagi yang memakannya.

Di daerah Jawa Tengah, Jogyakarta dan Jawa Timur sebagian masyarakat juga masih membuat bubur Suro setiap memperingati datangnya bulan Muharram. Kami juga masih melanjutkan tradisi pembuatan bubur Suro pada 1 Muharram atau 10 Muharram sebagai bentuk pelestarian budaya dan warisan leluhur kami. Lingkungan di tempat tinggal juga masih mengadakan kegiatan do’a bersama dan makan bareng warga di sepanjang jalan di gang sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan kepada sang pencipta agar dihindarkan dari musibah dan balak.

Tulungagung, 01 September 2020
Intokowati
#SahabatPenaKita

6 komentar:

  1. Tulisan yang keren. Buburnya juga menggoda😋

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mau, bisa order mbak, he he he he... Terima kasih pujiannya semoga menjadi vitamin untuk selalu istiqomah menulis

      Hapus
  2. Bubur yang enak. Tulisan yang runtut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita masih belajar mbak Mus, semoga tambah giat menulis

      Hapus
  3. Balasan
    1. Terima kasih banyak sajunggannya, tapi kok belum ada kritikan ya

      Hapus