Rabu, 07 November 2018

Belajar Islam Inklusif di Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi Asuhan Gus Muhammad Mustafid

Dusun Mlangi, terletak di sebelah Barat laut Kota yogyakarta,  tepatnya di desa Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Dari perempatan Ringroad Demakijo ke arah utara hingga disebelah kanan atau timur dijumpai rumah Sakit Queen Lativa  belok kiri kurang lebih 500 meter akan sampai di desa Mlangi.

Dusun Mlangi dahulunya merupakan hadiah atau pemberian Sultan Hamengku Buwono I terhadap kerabatnya  yakni Kyai Nur Iman yang bernama asli Pangeran Hangabehi Sandiyo, yang merupakan putra dari RP. Suryo Putro, putra sulung Kanjeng Susuhunan Pakubuwono I, selanjutnya pemberian tersebut oleh Kyai Nur Iman dijadikan tempat pengembangan agama islam. Beliau mendirikan tempat mengajar bagi para santri, atau dalam bahasa jawa dikatakan mulangi dan akhirnya tersebut Mlangi. Di Dusun Mlangi terdapat 16 Pondok Pesantren yang tergabung dalam satu Yayasan Nurul Iman.

Pada tanggal 5 Juli 2011 Muhammad Mustafid, S. Fil mendirikan Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi untuk merubah sistim pembelajaran pondok pesantren salafiyah murni menjadi lebih terbuka, karena kebanyakan santri yang belajar disitu adalah dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan yang bebeda – beda. 

Situasi masyarakat Mlangi sangat agamis sehingga budaya dan kultur masyarakat disana sangat menjunjung nilai-nilai keagamaan Islam. Tradisi keagamaan di sana adalah tradisi keagamaan Wali Songo yang akomodatif terhadap tradisi lokal dengan ruh islam.

Dengan kultur Islam yang sekuat itu, masyarakat di sana sangat menjaga norma kesopanan. Sebagai Dusun Nahdliyin, Mlangi adalah tempat yang sangat toleran. "Sudah sangat terbiasa dengan keragaman. Sejak dari dasar sudah terbangun ada epistimologi yang sudah tertancap sejak proses pembelajaran keagamaan. Tradisi keagamaan yang kita warisi itu tradisi keagamaan Wali Songo yang akomodatif terhadap tradisi lokal dengan ruh islam.


Visi
Menjadi pesantren yang dapat diandalkan dalam membentuk kader berakidah ahlus-sunnah wal-jamaah, berakhlakul karimah, berkedalaman secara spiritual, berilmu, berprestasi, cakap mengamalkan ilmunya, memiliki kepemimpinan berkualitas, cinta tanah air dan bangsa, serta peduli terhadap persoalan dunia.

Misi

  1. Mengembangkan kurikulum pesantren ahlus-sunnah waljamaah secara komprehensif, integratif, kontekstual. 
  2. Menyelenggarakan proses pembelajaran yang kreatif, inovatif, ngangeni, dan berorientasi pengembangan akademik,  leadership, potensi santri yang multidimensional, yang bertumpu pada prinsip-prinsip adab belajar-mengajar ala pesantren.
  3. Menumbuhkan atmosfir religius yang kondusif dalam proses pembelajaran, internalisasi nilai-nilai akhlakul karimah, pembiasaan praktek nilai, dan pendalaman spiritualitas.
  4. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa (pancasilais) serta peduli terhadap persoalan dunia.  
  5. Mengembangkan capacity-buildingkelembagaan secara kontinyu-sistematik, infrastruktur, sistem ICT, menuju tata kelola yang baik, mandiri, dan total quality culture. 

Pesantren ini didesain dengan masa belajar 3 (tiga) tahun, atau 6 (enam) semester. Pembelajaran dilakukan dalam semester (6 bulanan). Kualitas hasil pendidikan dipantau setiap semester dengan berbagai kegiatan dan ujian, sehingga lulusan mempunyai kualifikasi standar yang relatif sama. 

Pesantren mahasiswa  memiliki kepentingan terhadap aspek-aspek berikut; 

  1. membentuk lingkungan pesantren ‘ala ahlusunnah wal jamaah di lingkungan kampus perguruan tinggi
  2. lulusan berkualitas kader dengan mempunyai pedoman fiqih dasar 
  3. lulusan mempunyai aqidah ahlusunah wal jamaah yang kuat 
  4. lulusan mampu berpikir kritis menggunakan nalar untuk menangkal paham-paham lain yang bukan aqidah ahlusunnah


Karakter dasar yang akan diinternalisasikan yaitu:


  1. Trustworthy Bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegritas, jujur, dan loyal.
  2. Fairness Bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain.
  3. Caring Bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar. 
  4. Respect Bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain.
  5. Citizenship Bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki kesadaran hukum dan kode etik, serta peduli terhadap kelestarian lingkungan alam.
  6. Responsibility Bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.

Pesantren menetapkan ada 6 (enam) luaran program sebagai berikut:

  1. Aqidah ahlussunnah wal  jamaah, madzab fiqih syafiiyah, dan akhlakul karimah,  Mampu untuk mengamalkan ilmu dari kitab-kitab tauhid, fiqih, dan akhlak, serta mengetahui dalil-dalilnya secara mantab.
  2. Kemampuan analisis. Mampu menganalisis berbasis metode-metode pengambilan hukum yang telah diajarkan. 
  3. Kepekaan sosial. Mampu berpikir logis untuk mengevaluasi permasalahan-permasalahan di masyarakat, dan mampu mengambil tanggung jawab terhadap kegiatan keagamaan dan solusinya atas masalah keagamaan yang kompleks di masyarakat.
  4. Akhlak. Mampu menerapkan nilai-nilai etika tasawuf dan berkomitmen terhadap norma-norma, tanggung jawab dan etika agama islam. Dalam konteks Indonesia, nilai dan norma yang harus diperhatikan dan diterapka termasuk di dalamnya Pancasila, budaya lokal, dan kepentingan bangsa. 
  5. Bekerja sama. Mampu berperan secara efektif sebagai individu maupun tim dalam menegakkan aqidah ahlussunnah waljamaah. 
  6. KKomunikasi. Mampu berkomunikasi secara efektif dan percaya diri dalam mempertahankan aqidah ahlusunnah wal jamaah dan menyebarkannya pada masyarakat.


Pondok pesantren Aswaja Nusantara Mlangi sering menerima kunjungan dari mahasiswa dan pelajar dari non muslim yang ingin mengetahui secara langsung bagaimana proses belajar mengajar di lingkungan pondok pesantren, kemudian bagaimana menerapkan Islam yang toleran juga bangaimana konsep  Islam yang Rahmatan lilalamin. Selain Mahasiswa dan pelajar juga dikunjungi WNA dari berbagai manca negara  untuk belajar bagaimana sebenarnya Islam secara inklusif itu diterapkan di dalam lingkungan pondok pesantren.  

Demikian gambaran sekilas tentang pembelajaran Islam inklusif di pondok pesantren Aswaja Nusantara Mlangi, Sleman, Jogjakarta.


Intokowati
7 Nopember 2018

Minggu, 30 September 2018

Ketika Hidup Tidak Sesuai Ekspektasi


Jangan terlalu percaya diri tinggi dan jangan pula terlalu sombong terkadang hidup tidak seperti apa yang kita mau, takdir bisa berbicara lain. Apa yang kita mau justru berbalik arah seratus delapan puluh derajat dengan apa yang kita terima, namun begitu jangan pula kita merasa su’udhan kepada sang pencipta, perlu disyukuri dan diterima mungkin itu yang terbaik untuk kita dan pasti dibalik sebuah peristiwa ada terkandung hikmah didalamnya, hanya saja manusia terkadang cenderung menjustifikasi keadaan, tanpa mengkaji lebih mendalam.

Bicara masa depan banyak upaya yang harus dilakukan mulai dari usaha juga perencanaan yang matang dan tersusun rapi tahapan demi tahapan sejak dari proses sampai dengan pelaksanaan sampai kepada hasil. Secara teori proses menentukan hasil tapi juga tidak selama begitu, ada tangan-tangan Tuhan yang ikut campur didalamnya, diluar kendali manusia. Disini peran do’a menjadi sesuatu pengiring usaha dalam sebuah proses meskipun tidak semua do’a terkabul seketika itu juga.

Perjalanan kehidupan manusia ataupun kejadian alam tidak bisa kita tau kapan, dimana, siapa, karena itu bagian dari rahasia Tuhan, setinggi apapun pemikiran manusia tidak akan mampu menembus batasan-batasan itu, manusia hanya bisa merencanakan, menganalisa, mengumpulkan data-data, mengenali tanda-tanda dari setiap peristiwa dan kejadian, namun begitu tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi dan dialami walau ramalan kadang mendekati pada kebenaran tapi eksekusi tetap ditangan Yang Maha Kuasa.

Berserah diri dan bersifat qona’ah jauh lebih penting termasuk instropeksi diri agar kita sebagai hamba tidak jumawa. Bukan maksud mendukung aliran jabariyah tetapi sebagai bentuk upaya bahwa menerima qodha dan qodar itu harus disikapi dengan keikhlasan yang mendalam, bukan saja mengandalkan usaha, kemampuan dan pemikiran semata tapi ada energi lain yang juga berperan penting dalam pencapaian tujuan.

Wallahua’lambish shawab.

Tulungagung, 30 September 2018
#Intokowati
#Komunitas Literasi IAIN TA

Minggu, 23 September 2018

Dua Hari Belajar Bersama Profesor Muhamad


Dua hari yang lalu tepatnya tanggal 20 sampai dengan 21 september 2018 kami mengikuti perkuliahan dari dosen tamu yaitu Profesor Muhamad pada mata kuliah Akuntansi Syari’ah. Perkuliahan dimulai dari pukul 08.00 wib sampai dengan pukul 17.00 wib selama dua hari berturut-turut, istirahat hanya untuk sholat dzuhur dan ashar, terlihat sangat padat namun bagi diri saya pribadi terasa sangat enjoy dan banyak sekali ilmu baru yang didapat, terutama ilmu ekonomi yang dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan juga As- Sunnah.

Menurut penuturan dari Prof. Muhamad bahwa beliau adalah seorang mualaf 20 tahun yang silam, sebelum masuk Islam bernama  Ma Xing Ping, ibunda beliau adalah seorang keturunan Cina sedangkan ayah beliau adalah berasal dari suku Jawa dan beragama Katholik. Pada perkembangan selanjutnya Muhamad menekuni agama Islam dengan sungguh-sungguh, setelah lulus dari S1: IKIP Negeri Jogyakarta beliau melanjutkan studinya dengan mengambil S2: Magister Studi Islam di UII kemudian melanjutkan S3: Program Doktor Ilmu Ekonomi UII. Dengan latar belakang pendidikan tersebut akhirnya beliau banyak menulis buku-buku tentang Ekonomi Syari’ah.

Sampai dengan saat ini ada 86 buku yang sudah ditulis oleh beliau, berarti menandakan betapa produktifnya dalam membuat sebuah karya tulis, katanya menulis itu persoalan mudah, tinggal kitanya saja yang harus istiqomah. Contoh konkritnya saja, ketika kita kuliah dalam satu semester ada beberapa kali tatap muka, misal ada 8 kali perkuliahan jika satu perkuliahan dirangkum mulai dari pertemuan pertama sebagai pendahuluan BAB I kemudian keduanya menjadi BAB II dan seterusnya sampai akhir semester sudah bisa menjadi buku. Inspiratif sekali hanya saja terkadang kita ini kurang dapat memanfaatkan waktu dengan bijak, padahal kunci keberhasilan itu diawali dari disiplin yang tinggi utamanya dalam membagi waktu agar hidup dapat bermanfaat dan menjadi bermakna. Ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya, mesti tidak harus persis seperti itu tapi setidaknya ada sedikit pencerahan dan motivasi untuk menulis entah berbobot atau tidak yang penting belajar istiqomah, mungkin saja dengan pembiasaan akan menjadi terbiasa.

Selama mengikuti alur pikir beliau dalam penyampaian materi, dapat saya rasakan bahwa apapun yang disampaikan pasti dikaitkan dengan dalil-dalil Al-Qur’an, dalam membahas akuntansi syari’ah dasarnya adalah surat al-Baqarah ayat 282 yang didalamnya terkandung maksud bahwa setiap transaksi harus ada pencatatan yang jelas, itu sebagai bentuk antisipasi jika dikemudian hari ada pihak yang lupa atau bersengketa bisa menjadi bukti tertulis. Kemudian didalam ekonomi syariah tidak mengenal bunga karena bunga itu dholim tidak berkeadilan dan berkewajaran, prinsipnya bahwa ketika dia beriman maka dia akan berbuat adil. Didalam sebuah transaksi apabila ada salah satu yang mengandung TAMAN GHADZIRR= Tadlis, Asusila, Maisir, Najasy, Gharar, Haram, Dzulm, Ikhtikar, Riba, Risywah adalah haram.

Islam sebagai pandangan hidup yang komprehensif memiliki konsep ekonomi yang berpotensi memberikan solusi atas kebutuhan manusia secara memuaskan. Didalam Islam ada konsep aqidah, syari’ah dan akhlaq yang ketiganya menjadi suatu kesatuan yang saling mengikat antara satu dengan yang lain. Syari’ah mengatur masalah muamalah kemudian menurun ke public rights, interior affairs, economic, finance dan selanjutnya banking. Semuanya ini bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Beliau mengibaratkan jika beli kambing pasti akan dapat talinya tapi jika kita beli tali maka kambing tidak akan diperoleh. Jika kita mengutamakan akhirat pasti kehidupan dunia mengikuti tapi kalau kita hanya mengutamakan urusan dunia belum tentu akhirat dapat diraih. Maka dalam menajemen keuangan muslim hendaknya mengutamakan akherat terlebih dahulu, urutannya adalah:

  1. ZIS (Zakat, Infaq dan Sadaqah)
  2. Kewajiban Hutang
  3. Masa Depan
  4. Makan

Jadi meskipun makan sebagai kebutuhan pokok namun bukanlah menjadi prioritas utama, ada yang lebih dikedepankan ketika ingin mencapai kebahagiaan akhirat yaitu pada point pertama, apabila manejemen tersebut dapat terbangun dengan baik pada setiap muslim insyaallah kebahagiaan di dunia dan akhirat dapat terwujud. Demikian sekilas apa yang bisa saya tangkap dari perkuliahan beliau secara umum. Semoga dapat bermanfaat.
Wallahua’lam

Tulungagung, 23 September 2018
#Intokowati
#Komunitas Literasi IAIN TA

Jumat, 14 September 2018

Sang Motivator Sejati

Adalah Ibu Nunuk Retnandari beliau dosen pembimbing kami selama belajar action plan di MAP FISIPOL UGM, sangat banyak ilmu yang di ajarkan mulai dari  mengidentifikasi masalah, bagaimana menganalisis masalah, mencari alternatif solusi dan yang terpenting langkah dan kebijakan apa yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan publik.

Bagi kami adalah suatu pelajaran menarik, yang belum pernah kami lakukan sebelumnya,  yang paling terkesan sama beliau adalah kedisiplinan dan komitmen yang tinggi terhadap waktu. Memang benar adanya bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dalam hidup, ketika seseorang menghargai waktu maka banyak hal yang tentunya bisa di dapat.

Beliau juga mengajarkan bagaimana cara berpikir logik itu dapat runtut dan mengalir, saling terkait antara satu dengan yang lain, sehingga benang merahnya muncul dan bisa mencarikan solusi yang tepat agar sebuah perencanaan bisa tepat sasaran.

Masih banyak yang perlu kami konsultasikan dan diskusikan dengan beliau namun waktu pula rupanya yang membatasi kami, sehingga kami harus dapat mengamalkan apa yang sudah didapat selama mengikuti perkuliahan di UGM, rasanya sangat berat beban yang harus diemban, namun harus dicoba untuk perbaikan dan kemajuan layanan publik.

Selamat berpisah ibu, ucapan dan do'a kami selalu mengalir semoga ibu senantiasa diberikan kesehatan dan umur panjang sehingga ilmu yang dimiliki dapat mengalir seperti sungai yang bermuara di lautan luas, menginspirasi semua mahasiswa demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Terima kasih kepada ibu Purna,  mbak Devi, bapak Nurhadi, Ibu Ambar dan semua pengelola MAP UGM yang sudah membimbing kami semua untuk lebih baik.

Salam hangat dari kami peserta Diklat Perencana Madya Sosial UGM angkatan XII

Yogyakarta, 14 September 2018

#Intokowati
#Perencana Kemenagta

Kamis, 13 September 2018

Botol Air Minum


Kalau kita melihat botol air minum kira-kira pertanyaan apa yang timbul dalam benak kita. Mungkin ada yang menanyakan ini botol siapa..? ini botol untuk apa…? dst…. 

Kalau saya melihat botol air minum banyak sekali pertanyaan yang mucul dipikiran. Bisakah botol air minum menjadi solusi atas permasalahan sampah dan kebersihan yang ada di lingkungan sekolah. Ini yang akan menjadi fokus pemikiran saya, terkait dengan banyaknya sampah plastik yang tidak dapat bisa terurai dan menjadi masalah bagi pihak pengelola sekolah. Bisakah sekolah menyarankan kepada para siswa-siswinya untuk membawa botol air minum sendiri atau bahkan pihak sekolah mampu membelikan botol minuman untuk mereka, agar supaya anak-anak tidak membeli minuman kemasan, tapi cukup mengisi ulang air minum tersebut, anak-anak bisa membawa air minum dari rumah atau disediakan dari pihak sekolah, sehingga permasalahan lingkungan dan permasalahan sampah bisa teratasi.

Sebenarnya ini program yang sangat simpel dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang sangat besar tapi manfaatnya bisa banyak, antara lain: dapat mengurangi jumlah sampah yang ada di sekolah, memberikan pelajaran hidup hemat, pembelajaran tentang hidup sehat, pembelajaran cintalingkungan dsb. Kira-kira tiap sekolah apakah mampu melaksanakan program tersebut dilihat dari simpelnya pelaksanaan seharusnya bisa untuk direalisasikan agar sampah plastik yang banyak bisa terkurangi dan lingkungan menjadi nyaman bebas dari sampah-sampah plastik. Mari kita bersama-sama ikut menjaga lingkungan kita agar tetap lestari, indah dan nyaman dipandang.

Sabtu, 01 September 2018

Zakat Sebagai Solusi Problematika Kesenjangan Sosial



Banyak hal yang bisa saya ambil dari perkuliahan Dr. Bambang Hudayana MA, kemarin sore, beliau adalah seorang antropolog dari fakultas ilmu budaya UGM. Menurut beliau bahwau ntuk menyelesaiakan masalah bisa menggunakan pendekatan budaya, dalam kasus kemiskinan dan keterbelakangan isu strategisnya antara lain penduduk miskin yang sangat tinggi dan terkonsentrasi baik di kota maupun di desa, banyak program dari pemerintah (pro poor, pro job, dan pro growth) tetapi tidak bisa mengikis jumlah penduduk miskin secara signifikan, adanya dugaan yang kuat bahwa kemiskinan terkait dengan masalah social budaya dalam masyarakat.

Berawal dari situ ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan pemikiran dan solusi untuk membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat antara lain melalui ZIS (zakat, infaq dan sodaqoh). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang mampu dengan program kerja dari BAZ (Badan Amil Zakat) yang tepat sasaran. Sebelum melaksanakan program kerja tentunya BAZ harus mempunyai data yang cukup valid tentang data muzakki maupun data mustahiq.

Langkah pertama yaitu dengan meningkatkan budaya masyarakat untuk berzakat, berinfaq dan bersedekah, langkahberikutnya mengelola ZIS dengan baik untuk menambah trust supaya masyarakat percaya bahwa dana mereka dikelola dengan amanah. Kemudian peningkatan pemahaman kesadaran bagi warga kurang mampu tentang penggunaan dana ZIS. Memberikan pembekalan keahlian sesuai dengan bakat dan ketrampilan yang dimiliki. Melakukan pendampingan berkelanjutan dengan melibatkan lembaga terkait atau perguruan tinggi. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan dinas dan instansi terkait. Peningkatan dari mustahiq menjadi muzakki dan peningkatan pendidikan anak dari keluarga prasejahtera untuk bisa bersekolah kejenjang yang lebih tinggi.

Dari uraian di atas masing-masing komponen dapat berhasil dilaksanakan melalui pendekatan budaya. Untuk meningkatkan potensi penerimaan ZIS. Ada beberapa pendekatan yang bisa ditempuh diantaranya melalui pendekatan psikologis bahwa ketika zakat sudah menjadi tren di masyarakat dan menjadi budaya dimana ketika orang tidak menunaikan zakat ada perasaan tertentu bahkan malu, yang akhirnya membuat masing-masing personal dengan sukarela dan senang hati untuk membayar zakat. Menumbuhkan kepercayaan kepada masyarakat terhadap lembaga yang mengelola zakat seperti BAZ, LAZ dan UPZ bahwa mereka benar-benar amanah dan mampu memanajemen dengan tertib dan transparan.

Konsep kebudayaan sebagai totalitas kehidupan bahwa keseluruhan system gagasan, tingkah laku dan hasil karya manusia yang merupakan milik masyarakat dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya secara berkelanjutan (diadopsi dari Koentjaraningrat). Sistem gagasan meliputi nilai, ideologi, adat istiadat, norma dan pengetahuan. Sistem tingkah laku sosial meliputi institusi kelembagaan sosial dan tindakan sosial. Sistem benda budaya meliputi hasil karyacipta misalnya karya seni, teknologi, barang konsums idsb. Para mustahiq harus mampu memanfaatkan dana dari BAZ itu sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing supaya bisa berkembang sehingga mereka dapat keluar dari garis kemiskinan dan lebih mandiri.

Lembaga pengelola zakat, infaq dan sedekah mencarikan tenaga pelatih atau tenaga ahli dan berkoordinasi dengan BLK untuk melatih dan memberikan ketrampilan sesuai dengan latar belakang, bakat, minat dan keahlian mereka. Setelah mereka mampu mandiri diperlukan pendampingan untuk mengarahkan dan membantu proses dilapangan apakah dana yang didapat itu benar-benar sudah dimanfaatkan dan tepat sasaran atau hanya habis pakai secara konsumtif, selayaknya para pendamping perlu membimbing dan mengarahkan supaya dana tersebut bisa digulirkan untuk mustahiq berikutnya dan ketika para mustahiq sudah sukses maka perlu ada empati untuk menjadi pembayar zakat (muzakki) bukan lagi sebagai mustahiq. Anak-anak dari keluarga prasejahtera harus bisa mendapatkan pendidikan yang baik sehingga ketika mereka sudah sukses mampu menambah jumlah muzakki.

Sebagai penutup bahwa ketika dana Zakat, Infaq danShadaqoh mampu dikelola secara profesional, akuntable dan transapran, insyaallah akan menjadi solusi dari masalah kesenjangan sosial, baik di pedesaan maupun perkotaan. Masyarakat menjadi lebih bahagia dan sejahtera baik secara materi maupun secara rohani, sehingga muncul yang namanya keshalehan sosial.

Yogyakarta, 31 Agustus 2018
#Intokowati
#Komunitas Literasi IAIN TA