Pertama kali mendengar kata blendrang dari bapak saya, saat itu beliau sedang memasak daging yang bukan dari kualitas pilihan, dimasak dengan menggunakan bumbu rempah ditambah keluwak sebagai bumbu khasnya, mirip seperti pindang kudus atau rawon, namun bedanya kalau rawon itu kuahnya banyak kalau blendrang masakan bapak saya ini kuahnya sedikit jadi lebih berasa dan kental. Bapak memang jago masak meskipun beliau bukan seorang chef tapi masakan hasil olahannya serasa masakan resto. Kakak-kakak lebih suka masakan bapak daripada masakan ibu yang konon katanya terasa hambar alias cemplang dalam bahasa jawa. Blendrang dalam hali ini berarti bukan sayur melainkan salah satu jenis olahan dari daging, bisa daging sapi bisa juga daging kerbau. Di warung atau resto di daerah tempat tinggal kami yaitu daerah Kendal, Jawa Tengah sepertinya tidak ada yang menyediakan menu tersebut, sayapun juga kurang faham kenapa bapak menamai masakan itu dengan nama blendrang.
Lain halnya dengan blendrang di daerah Gunungpring, Muntilan, Magelang, blendrang disini berupa bubur dari tepung beras yang dimasak dengan tulang ayam, tulang kambing atau tulang sapi dicampur jadi satu dengan cita rasa yang gurih dan legit. Biasanya menu ini menjadi sajian pada saat bulan Ramadhan untuk buka puasa dan juga menu masakan pada saat hari raya Idul Adha. Konon menurut cerita bubur blendrang ini adalah makanan penghangat badan untuk buka puasa pasukan Pangeran Diponegoro ketika bertempur melawan penjajahan Belanda di daerah Magelang dan sekitarnya. Di Gunungpring berdiri sebuah pesantren tua yakni Pesantren Watu Congol. Pesantren Salaf ini didirikan oleh Kyai Narowi Dalhar, beliau masih keturunan dari panglima perang pasukan Diponegoro yaitu Kyai Abdurrauf. Bubur Blendrang ini masih lekat dikalangan para santri sebagai menu saat bulan Ramadhan juga menjadi menu khas masyarakat daerah Gunungpring Muntilan.
Cerita lain dari pengenalan kata blendrang adalah ketika saya mulai menjadi penduduk Tulungagung. Begitu menikah dengan orang asli Tulungagung, kata itu kembali terdengar di telinga, jadi sudah tidak asing lagi. Namun pemahaman tentang blendrang disini bukan seperti yang saya ketahui sebelumnya, melainkan dalam bentuk yang lain. Blendrang di Tulungagung adalah masakan-masakan yang sudah dipanasi berulang-ulang itu yang dinamakan blendrang, bisa dari sayur lodeh seperti sayur tewel atau nangka muda, kluwih, kacang panjang, kacang lotho, kates/pepaya, terong dll. Selain blendrang sayuran bisa juga blendrang ikan, maupun blendrang daging. Intinya blendrang di sini sama dengan masakan kemaren yang sudah di nget (dipanasi) dan rasanya bisa bermacam-macam. Ketika sayur sudah agak basi ada rasa sedikit asam, kalau terlalu lama manasi dan sedikit gosong maka terasa ada sensasi pahitnya, kalau cuma sat (kering) terasa asin. Sensasi rasa tersebut yang bisa mengundang kenikmatan tersendiri, pun begitu juga bisa menjadikan selera makan malah mengalami penurunan tajam.
Blendrang yang pertama, hasil olahan bapak itu ya bisa dibilang menu sehat karena daging yang dimasak masih baru meskipun bukan daging pilihan nomer satu alias daging sandung lamur atau urat yang kadang terasa a lot, tapi setiap masak jarang tersisa sampai hari esoknya. Mungkin karena masaknya tidak terlalu banyak dan hanya cukup untuk sekali atau dua kali sajian. Selain itu bumbu yang disajikan mengandung rempah-rempah alami, juga tidak memakai santan, jadi bagi yang punya kolestrol tinggi masih dalam posisi yang aman dibandingkan dengan memakai santan kental seperti halnya masakan Rendang Padang. Meskipun blendrang menurut kakak rasanya enak tapi saya belum pernah sekalipun memakannya, kenapa begitu…? karena memang saya tidak bisa makan makanan yang berbahan daging, entah daging sapi, kerbau, kambing, ayam, maupun daging yang lain, bukan tidak mau tapi memang perut tidak bisa menerima, begitu makan langsung perut terasa mules, kepala terasa pusing dan akhirnya harus segera kebelakang. Memang aneh, saya sendiri juga heran mengapa bisa begitu. Sesehat apapun makanan kalau bahan bakunya dari daging ya bagi diri saya bukan menjadikan sehat dan bergizi tapi malah menjadi penyakit.
Blendrang kedua justru menu masakan istimewa karena mampu menjadi penghangat tubuh untuk penambah stamina para pejuang ketika berada dalam medan pertempuran apalagi ketika para pejuang kemerdekaan dalam kondisi puasa, maka butuh penambah daya tahan tubuh dan pemulih stamina yang mengalami penurunan selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Bahan baku dari tulang belulang dan bumbu rempah-rempah seperti jahe, sereh dapat menghangatkan tubuh dan mencegah masuk angin serta kembung. Selain itu tepung beras akan menambah kenyang disamping lembut baik untuk pencernaan yang selama seharian tidak berfungsi, lambung tidak kaget dan menjadi adem, proses pencernaan tidak bekerja terlalu berat.
Beda dari yang pertama dan kedua, blendrang yang di Tulungagung ini kalau dilihat dari bentuk fisiknya karena memang tergolong yesterday food maka selain wujudnya sudah tidak menarik lagi, kebanyakan masakan yang dijadikan blendrang adalah yang cara memasaknya memakai santan kelapa, dan itu yang dirasa kurang bagus dari sisi kesehatan. Sayur yang sudah dimasak dan dipanasi berulang-ulang pasti nilai kandungan gizinya sudah berubah, bahkan bisa menjadi sumber penyakit seperti, kolesterol, asam urat, maupun yang lain. Senyawa dari sayuran mulai mengalami perubahan baik dari bentuk, warna, rasa dan juga kadar kandungan kolesterol menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, karena yang semula santan akan mengental mengeluarkan minyak yang kurang baik untuk tubuh. Memang sebagian orang ada yang lebih suka sayur menjadi blendrang dari pada sayur yang masih baru selesai dimasak. Namun tidak semua sayur enak di blendrang, hanya sayur tertentu yang lebih enak jika menjadi blendrang seperti nangka, kluwih, lotho. Untuk sayur yang berwarna hijau justru malah tidak bagus selain itu rasanya juga berubah dan tidak enak, bisa pahit bahkan malah bisa mengandung racun seperti sayur bayam atau sawi.
Ketiga pengertian blendrang seperti yang telah dikemukakan diatas tadi adalah berupa jenis masakan. Dalam hal ini penulis juga akan membahas tentang blendrang dari pengertian dan pemahanan yang lain. Blendrang yang bukan berasal dari makanan akan tetapi blendrang pekerjaan, blendrang ini bukan hanya tidak enak tapi dapat mengakibatkan pusing yang berkepanjangan. Entah apapun pekerjaaannya kalau dikatagorikan blendrang pasti menyisakan rasa yang terasa pahit. Sebaiknya pekerjaan apapun itu diupayakan tidak sampai mblendrang (ada tambahan huruf M) berarti ada unsur kesengajaan atau kelalaian disana.
Bledrang pekerjaan dengan tumpukan kertas kerja untuk yang pekerja kantoran, bagi ibu rumah tangga blendrang pekerjaan seperti tumpukan cucian baju, cucian piring atau peralatan, setrikaan, dan pekerjaan lain yang mestinya bisa diselesaikan hari itu juga tapi disisakan untuk esoknya. Blendrang pekerjaan kadang malah membebani bahkan kalau itu pekerjaan pelayanan yang langsung ke masyarakat bisa dapat menimbulkan masalah. Pelayanan yang mestinya dapat diselesaikan pada hari itu dijadikan blendrang untuk hari esok padahal pekerjaan esoknya bisa jadi lebih banyak dari hari kemaren. Sedapat mungkin jika tidak ada faktor penghambat kerja, misalkan karena listrik mati, jaringan internet error atau down, pimpinan tidak berada ditempat. Pekerjaan itu semestinya jangan sampai tersisa, segera habiskan dan selesaikan agar besuknya bisa memulai pekerjaan yang baru. Ketika tumpukan pekerjaan yang kemaren menumpuk lagi untuk hari ini, bila tidak segera beres maka akan menjadikan tumpukan semakin tinggi menjulang menutupi meja kerja kita. Saya selalu mengingat pesan dari mantan pimpinan kami almarhum bapak Syuhud A. Ghani; bahwa ketika pulang kantor meja harus dalam keadaan bersih, jangan sampai ada tumpukan berkas.
Bledrang terakhir adalah blendrang tulisan wajib dalam group Sahabat Pena Kita Tulungagung. Saat memutuskan untuk bergabung menjadi penggiat literasi maka ada kewajiban setor tulisan baik berupa artikel, catatan harian, jurnal, pengalaman, resep masakan atau apapun yang penting setiap minggu ada kewajiban untuk menulis di blog, nah biasanya ada saja anggota yang tidak setor tulisan pada saat giliran jadwal menulis, nah mereka berhutang tulisan, walaupun sebenarnya juga tidak ada transaksi hutang piutang disini, namun anggota tersebut membayar tulisan pada hari berikutnya. Dalam hal blendrang tulisan di Group Sahabat Pena Kita Tulungagung, sayalah yang sering memakannya, temen bilang blendrang literasi. Soal rasa ya memang beda banget dengan blendrang makanan, blendrang literasi indra yang berfungsi adalah indra perasaan dan pikiran bukan indra perasa di lidah. Blendrang ini dapat menimbulkan kegalauan bila mana tidak segera dihabiskan.
Yang lebih menarik lagi adalah blendrang kehidupan, blendrang ini dapat berpengaruh pada kejiwaan seseorang. Terkadang setiap permasalahan tidak dapat diselesaiakan dalam waktu yang bisa ditentukan, permasalannya tidak terjadwal seperti halnya pekerjaaan, ketika hidup banyak masalah dan tidak dapat terselesaikan saat itu juga, maka tentunya akan menjadi blendrang pada waktu yang akan datang. Seseorang bisa saja tidak mampu menghabiskan blendrang permalahannya sendiri, butuh orang lain untuk membantu menghabiskan, dan itupun tidak semua orang bisa dan mau untuk diajak makan dan menghabiskan blendrang tersebut. Jadi sedapat mungkin ketika menghadapi suatu masalah segera juga diselesaikan seperti halnya pekerjaaan, sehingga tidak ada beban dimasa yang akan datang. Ketika melangkah menapaki hari esok akan terasa ringan.
Demikian beberapa bahasan mengenai blendrang, sepertinya terkesan tidak nyambung antara pokok bahasan satu dengan yang berikutnya, akan tetapi masih dalam satu pokok bahasan kata yakni; “Blendrang”
Salam Literasi
Tulungagung, 28 Agustus 2020
Intokowati
#SahabatPenaKita