Sabtu, 29 Agustus 2020

ANEKA RAGAM BLENDRANG

Pertama kali mendengar kata blendrang dari bapak saya, saat itu beliau sedang memasak daging yang bukan dari kualitas pilihan, dimasak dengan menggunakan bumbu rempah ditambah keluwak sebagai bumbu khasnya, mirip seperti pindang kudus atau rawon, namun bedanya kalau rawon itu kuahnya banyak kalau blendrang masakan bapak saya ini kuahnya sedikit jadi lebih berasa dan kental. Bapak memang jago masak meskipun beliau bukan seorang chef tapi masakan hasil olahannya serasa masakan resto. Kakak-kakak lebih suka masakan bapak daripada masakan ibu yang konon katanya terasa hambar alias cemplang dalam bahasa jawa. Blendrang dalam hali ini berarti bukan sayur melainkan salah satu jenis olahan dari daging, bisa daging sapi bisa juga daging kerbau. Di warung atau resto di daerah tempat tinggal kami yaitu daerah Kendal, Jawa Tengah sepertinya tidak ada yang menyediakan menu tersebut, sayapun juga kurang faham kenapa bapak menamai masakan itu dengan nama blendrang.

Lain halnya dengan blendrang di daerah Gunungpring, Muntilan, Magelang, blendrang disini berupa bubur dari tepung beras yang dimasak dengan tulang ayam, tulang kambing atau tulang sapi dicampur jadi satu dengan cita rasa yang gurih dan legit. Biasanya menu ini menjadi sajian pada saat bulan Ramadhan untuk buka puasa dan juga menu masakan pada saat hari raya Idul Adha. Konon menurut cerita bubur blendrang ini adalah makanan penghangat badan untuk buka puasa pasukan Pangeran Diponegoro ketika bertempur melawan penjajahan Belanda di daerah Magelang dan sekitarnya. Di Gunungpring berdiri sebuah pesantren tua yakni Pesantren Watu Congol. Pesantren Salaf ini didirikan oleh Kyai Narowi Dalhar, beliau masih keturunan dari panglima perang pasukan Diponegoro yaitu Kyai Abdurrauf. Bubur Blendrang ini masih lekat dikalangan para santri sebagai menu saat bulan Ramadhan juga menjadi menu khas masyarakat daerah Gunungpring Muntilan.

Cerita lain dari pengenalan kata blendrang adalah ketika saya mulai menjadi penduduk Tulungagung. Begitu menikah dengan orang asli Tulungagung, kata itu kembali terdengar di telinga, jadi sudah tidak asing lagi. Namun pemahaman tentang blendrang disini bukan seperti yang saya ketahui sebelumnya, melainkan dalam bentuk yang lain. Blendrang di Tulungagung adalah masakan-masakan yang sudah dipanasi berulang-ulang itu yang dinamakan blendrang, bisa dari sayur lodeh seperti sayur tewel atau nangka muda, kluwih, kacang panjang, kacang lotho, kates/pepaya, terong dll. Selain blendrang sayuran bisa juga blendrang ikan, maupun blendrang daging. Intinya blendrang di sini sama dengan masakan kemaren yang sudah di nget (dipanasi) dan rasanya bisa bermacam-macam. Ketika sayur sudah agak basi ada rasa sedikit asam, kalau terlalu lama manasi dan sedikit gosong maka terasa ada sensasi pahitnya, kalau cuma sat (kering) terasa asin. Sensasi rasa tersebut yang bisa mengundang kenikmatan tersendiri, pun begitu juga bisa menjadikan selera makan malah mengalami penurunan tajam.

Blendrang yang pertama, hasil olahan bapak itu ya bisa dibilang menu sehat karena daging yang dimasak masih baru meskipun bukan daging pilihan nomer satu alias daging sandung lamur atau urat yang kadang  terasa a lot, tapi setiap masak jarang tersisa sampai hari esoknya. Mungkin karena masaknya tidak terlalu banyak dan hanya cukup untuk sekali atau dua kali sajian. Selain itu bumbu yang disajikan mengandung rempah-rempah alami, juga tidak memakai santan, jadi bagi yang punya kolestrol tinggi masih dalam posisi yang aman dibandingkan dengan memakai santan kental seperti halnya masakan Rendang Padang. Meskipun blendrang menurut kakak rasanya enak tapi saya belum pernah sekalipun memakannya, kenapa begitu…? karena memang saya tidak bisa makan makanan yang berbahan daging, entah daging sapi, kerbau, kambing, ayam, maupun daging yang lain, bukan tidak mau tapi memang perut tidak bisa menerima, begitu makan langsung perut terasa mules, kepala terasa pusing dan akhirnya harus segera kebelakang. Memang aneh, saya sendiri juga heran mengapa bisa begitu. Sesehat apapun makanan kalau bahan bakunya dari daging ya bagi diri saya bukan menjadikan sehat dan bergizi tapi malah menjadi penyakit.

Blendrang kedua justru menu masakan istimewa karena mampu menjadi penghangat tubuh untuk penambah stamina para pejuang ketika berada dalam medan pertempuran apalagi ketika para pejuang kemerdekaan dalam kondisi puasa, maka butuh penambah daya tahan tubuh dan pemulih stamina yang mengalami penurunan selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Bahan baku dari tulang belulang dan bumbu rempah-rempah seperti jahe, sereh dapat menghangatkan tubuh dan mencegah masuk angin  serta kembung. Selain itu tepung beras akan menambah kenyang disamping lembut baik untuk pencernaan yang selama seharian tidak berfungsi, lambung tidak kaget dan menjadi adem, proses pencernaan tidak bekerja terlalu berat. 

Beda dari yang pertama dan kedua, blendrang yang di Tulungagung ini kalau dilihat dari bentuk fisiknya karena memang tergolong yesterday food maka selain wujudnya sudah tidak menarik lagi, kebanyakan masakan yang dijadikan blendrang adalah yang cara memasaknya memakai santan kelapa, dan itu yang dirasa kurang bagus dari sisi kesehatan. Sayur yang sudah dimasak dan dipanasi berulang-ulang pasti nilai kandungan gizinya sudah berubah, bahkan bisa menjadi sumber penyakit seperti, kolesterol, asam urat, maupun yang lain. Senyawa dari sayuran mulai mengalami perubahan baik dari bentuk, warna, rasa dan juga kadar kandungan kolesterol menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, karena yang semula santan akan mengental mengeluarkan minyak yang kurang baik untuk tubuh. Memang sebagian orang ada yang lebih suka sayur menjadi blendrang dari pada sayur yang masih baru selesai dimasak. Namun tidak semua sayur enak di blendrang, hanya sayur tertentu yang lebih enak jika menjadi blendrang seperti nangka, kluwih, lotho. Untuk sayur yang berwarna hijau justru malah tidak bagus selain itu rasanya juga berubah dan tidak enak, bisa pahit bahkan malah bisa mengandung racun seperti sayur bayam atau sawi.

Ketiga pengertian blendrang seperti yang telah dikemukakan diatas tadi adalah berupa jenis masakan. Dalam hal ini penulis juga akan membahas tentang blendrang dari pengertian dan pemahanan yang lain. Blendrang yang bukan berasal dari makanan akan tetapi blendrang pekerjaan, blendrang ini bukan hanya tidak enak tapi dapat mengakibatkan pusing yang berkepanjangan. Entah apapun pekerjaaannya kalau dikatagorikan blendrang pasti menyisakan rasa yang terasa pahit. Sebaiknya pekerjaan apapun itu diupayakan tidak sampai mblendrang  (ada tambahan huruf M) berarti ada unsur kesengajaan atau kelalaian disana. 

Bledrang pekerjaan dengan tumpukan kertas kerja untuk yang pekerja kantoran, bagi ibu rumah tangga blendrang pekerjaan seperti tumpukan cucian baju, cucian piring atau peralatan, setrikaan, dan pekerjaan lain yang mestinya bisa diselesaikan hari itu juga tapi disisakan untuk esoknya. Blendrang pekerjaan kadang malah membebani bahkan kalau itu pekerjaan pelayanan yang langsung ke masyarakat bisa dapat menimbulkan masalah. Pelayanan yang mestinya dapat diselesaikan pada hari itu dijadikan blendrang untuk hari esok padahal pekerjaan esoknya bisa jadi lebih banyak dari hari kemaren. Sedapat mungkin jika tidak ada faktor penghambat kerja, misalkan karena listrik mati, jaringan internet error atau down, pimpinan tidak berada ditempat. Pekerjaan itu semestinya jangan sampai tersisa, segera habiskan dan selesaikan agar besuknya bisa memulai pekerjaan yang baru. Ketika tumpukan pekerjaan yang kemaren menumpuk lagi untuk hari ini, bila tidak segera beres maka akan menjadikan tumpukan semakin tinggi menjulang menutupi meja kerja kita. Saya selalu mengingat pesan dari mantan pimpinan kami almarhum bapak Syuhud A. Ghani; bahwa ketika pulang kantor meja harus dalam keadaan bersih, jangan sampai ada tumpukan berkas.

Bledrang terakhir adalah blendrang tulisan wajib dalam group Sahabat Pena Kita Tulungagung. Saat memutuskan untuk bergabung menjadi penggiat literasi maka ada kewajiban setor tulisan baik berupa artikel, catatan harian, jurnal, pengalaman, resep masakan atau apapun yang penting setiap minggu ada kewajiban untuk menulis di blog, nah biasanya ada saja anggota yang tidak setor tulisan pada saat giliran jadwal menulis, nah mereka berhutang tulisan, walaupun sebenarnya juga tidak ada transaksi hutang piutang disini, namun anggota tersebut membayar tulisan pada hari berikutnya. Dalam hal blendrang tulisan di Group Sahabat Pena Kita Tulungagung, sayalah yang sering memakannya, temen bilang blendrang literasi. Soal rasa ya memang beda banget dengan blendrang makanan, blendrang literasi indra yang berfungsi adalah indra perasaan dan pikiran bukan indra perasa di lidah. Blendrang ini dapat menimbulkan kegalauan bila mana tidak segera dihabiskan. 

Yang lebih menarik lagi adalah blendrang kehidupan, blendrang ini dapat berpengaruh pada kejiwaan seseorang. Terkadang setiap permasalahan tidak dapat diselesaiakan dalam waktu yang bisa ditentukan, permasalannya tidak terjadwal seperti halnya pekerjaaan, ketika hidup banyak masalah dan tidak dapat terselesaikan saat itu juga, maka tentunya akan menjadi blendrang pada waktu yang akan datang. Seseorang bisa saja tidak mampu menghabiskan blendrang permalahannya sendiri, butuh orang lain untuk membantu menghabiskan, dan itupun tidak semua orang bisa dan mau untuk diajak makan dan menghabiskan blendrang tersebut. Jadi sedapat mungkin ketika menghadapi suatu masalah segera juga diselesaikan seperti halnya pekerjaaan, sehingga tidak ada beban dimasa yang akan datang. Ketika melangkah menapaki hari esok akan terasa ringan.

Demikian beberapa bahasan mengenai blendrang, sepertinya terkesan tidak nyambung antara pokok bahasan satu dengan yang berikutnya, akan tetapi masih dalam satu pokok bahasan kata yakni; “Blendrang” 

Salam Literasi

Tulungagung, 28 Agustus 2020
Intokowati
#SahabatPenaKita

Rabu, 26 Agustus 2020

MENYONGSONG ERA NEW NORMAL PEMBELAJARAN TATAP MUKA


Tulungagung masih bertahan pada zona kuning hanya satu kecamatan yang sudah menempati posisi sebagai zona hijau yaitu kecamatan Pucanglaban, namun begitu untuk pembelajaran tatap muka belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Keluhan para siswa juga orang tua tentang pembelajaran daring memang terus bergulir. Para murid sangat merindukan belajar di sekolah, bahkan ada yang sengaja datang ke sekolah untuk melihat kelas mereka dan juga bertanya kepada sang guru kapan sekolah dibuka, ada siswa yang meminta untuk melihat ruangan kelas, pak tolong bukakan sebentar saja kelasnya saya pingin masuk, dan sang gurupun juga belum mengijinkan meski hanya melihat ruangan kelas.

Kemendikbud menerapkan aturan terbaru sekolah tatap muka zona hijau dan kuning wajib mengantongi 4 persetujuan; Pertama persetujuan dari Pemerintah Daerah setempat, kedua persetujuan kepala sekolah setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat. Ketiga persetujuan dari orang tua wakil siswa yang tergabung dalam komite sekolah meskipun kemudian sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka. Keempat persetujuan dari orang tua peserta didik, jika orang tua tidak setuju peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak boleh dipaksa.

Kementerian Agama seperti halnya yang disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi dalam Webinar Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 juga memperbolehkan madrasah di zona hijau dan kuning untuk melakukan pembelajaran tatap muka, namun ada syaratnya dan madrasah harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat agar semuanya tetap aman. Ada empat hal yang menjadi persyaratan madrasah ataupun pesantren melakukan pembelajaran tatap muka. Pertama, lingkungan madrasah/pesantren aman Covid-19. Kedua, guru, ustadz, atau pengajar lainnya aman Covid-19. Ketiga, murid atau santrinya aman Covid-19. Keempat, pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat.

Dalam menyongsong pembelajaran tatap muka, madrasahpun juga mulai mempersiapkan diri dengan berbagai persiapan mulai dari menyusun jadwal pembelajaran, menyediakan sarana kebersihan dengan penyemprotan disinfektan diseluruh ruangan madrasah, menyediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer, mengecek suhu badan, mewajibkan semua guru, staf pengajar, para peserta didik dan seluruh warga sekolah serta tamu yang masuk ke lingkungan madrasah memakai masker. Menjaga lingkungan madrasah tetap bersih dan aman dari Covid-19 agar pembelajaran dapat terus berjalan. Jika ditemukan ada salah satu warga madrasah yang sakit atau reaktif ketika dilakukan rapid test maka harus segera dilakukan isolasi agar tidak sampai menularkan kepada yang lain kalau ternyata positif.

Seperti halnya pesantren yang sudah memulai pembelajaran terlebih dahulu ketika Pemerintah sudah memberlakukan new normal, sekarang Madrasah Aliyah juga akan memulai pembelajaran tatap muka dengan persiapan yang matang. Untuk Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Ibtidaiyah perlu persiapan yang cukup jika akan segera memberlakukan pembelajaran tatap muka. Demikian serangkaian persiapan dalam menghadapi pembelajaran tatap muka, harapannya seluruh proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, menuju masyarakat yang sehat, produktif aman dari Covid-19.

Salam Sehat..

Tulungagung, 25 Agustus 2020
Intokowati
#SahabatPenaKita
#KomunitasLiterasi

Selasa, 18 Agustus 2020

DIRGAHAYU 75 TAHUN INDONESIA MERDEKA


Peringatan HUT Kemerdekaan RI kali ini memang terasa beda dari tahun sebelumnya. Istana Negara menggelar Prosesi pengibaran bendera dengan cara yang sederhana dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Jumlah pengibarpun juga dibatasi, hanya 8 orang pemuda pemudi bangsa yang dipanggil untuk mengemban amanah sebagai petugas pengibaran dan penurunan bendera sang saka merah putih. Peserta upacara juga dibatasi, sebagian mengikuti jalannya upacara secara virtual, pelaksanaan upacara juga dipersingkat, namun semua itu tidak mengurangi nilai dan semangat memperingati perayaan kemerdekaan RI yang selalu dinanti oleh seluruh rakyat Indonesia.

Kegiatan masyarakat dalam rangka memeriahkan HUT RI juga tidak nampak seperti biasanya. Lomba-lomba juga tidak digelar, karnaval kemerdekaan yang menjadi ciri khas perayaan kemerdekaan juga tidak diselenggarakan, semua ini karena penyebaran Covid-19 yang semakin hari justru semakin bertambah. Kemerdekaan di musim pandemi memang sangatlah memprihatinkan. Ada makna yang terkandung didalamnya, bahwa  kita bangsa Indonesia harus bisa belajar hidup sederhana, menjaga kesehatan diri dan lingkungannya, tetap berkarya meski dalam situasi yang sulit, serta selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, meskipun tidak harus dengan tatap muka atau silaturrahmi secara langsung. Ya begitulah gaya hidup saat ini, new normal atau yang disebut dengan kenormalan baru memang agak ribet.

Meskipun dalam kondisi yang serba terbatas dan sulit, masih saja ada sebagian masyarakat yang tetap menggelar do’a bersama sebagai bentuk rasa syukur kehadirat Allah SWT dan juga do’a khusus supaya bangsa Indonesia segera dibebaskan dari musibah dan balak. Kemerdekaan yang hakiki adalah manakala kita bangsa Indonesia ini bisa keluar dari kemelut yang melanda negeri kita. Musuh yang dihadapi memang tidak jelas dan itu akan lebih sulit mengatasinya ketimbang musuh yang nyata. Meski begitu harus dihadapi dengan segala macam upaya dan kekuatan dari seluruh komponen yang ada agar dapat terbebas dan merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Pandemi Covid-19 adalah musuh besar kita saat ini, harus dihadapi bersama.

Selama 75 tahun merasakan kemerdekaan, keluar dari penjajahan bangsa lain, dengan susah payah para pejuang kemerdekaan RI meraihnya, dengan seluruh pengorbanan untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa. Kita sebagai penerus tonggak perjuangan para pahlawan yang telah gugur mendahului kita, sepatutnya ikut mengenang jasa-jasa mereka, dan ikut meneruskan perjuangan dan cita-cita luhur para pendahulu kita dengan mengisi kemerdekaan supaya Indonesia tetap jaya selamanya. Banyak cara yang bisa kita lakukan dalam mengisi kemerdekaan, dengan belajar yang tekun, menerapkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, bekerja giat dan sungguh-sungguh, tolong menolong dan membantu sesama, selalu menjaga harkat dan martabat bangsa, tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa demi keutuhan NKRI. Membangun bangsa juga membutuhkan tenaga dan strategi khusus seperti halnya berperang melawan musuh, karena musuh besar yang dihadapi adalah kemalasan, kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, keegoisan, keserakahan, itu semua menjadi momok yang harus segera disingkirkan, agar dalam membangun dan mengisi kemerdekaan ini dapat terbebas dari hal-hal buruk.

Dari belajar sejarah di masa lalu hendaknya dapat dijadikan untuk pembelajaran di masa depan. Kita tidak dapat mengubah masa lalu tapi dapat memperbaiki dan merencanakan masa depan yang lebih baik, mengambil hikmah dari setiap kejadian yang terjadi di negeri ini, sebagai pelajaran yang sangat berharga dan tidak sampai mengulang kesalahan yang sama akan tetapi segera memperbaikinya. Roda jaman terus berputar mengikuti perputaran waktu, kehidupanpun juga terus berjalan, jangan terlalu sering menoleh kebelakang karena kenangan pahit akan selalu menyisakan luka yang mendalam, memikirkan masa depan jauh lebih penting karena cita-cita leluhur para pendahulu kita adalah kejayaan bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dirgahayu Republik Indonesia.. Salam damai..

Tulungagung, 18 Agustus 2020
Intokowati
#SahabatPenaKita
#KomunitasLiterasi

Selasa, 11 Agustus 2020

TAJAMNYA PENA MELEBIHI KETAJAMAN SEBILAH PISAU

Judul tulisan ini terkesan anti mainstream, yah begitulah kiranya ketika membaca sebuah headline sebuah berita baik melalui media cetak maupun media online. Kepala berita yang menimbulkan reaksi dan perhatian banyak orang memang menandakan keberhasilan seorang penulis dalam rangka menarik minat pembaca. Berikutnya pembaca akan tertarik melihat isi dari keseluruhan berita ketika melihat tampilan awal dari kepala berita yang mengundang banyak tanda tanya atau menarik untuk diketahui inti dari tulisan yang dipublikasi.

Tulisan yang diposting Malangtimes.com tertanggal, 7 Agustus 2020 pukul 19.46 wib, dengan judul “Tunjangan Tak Cair Ratusan Guru Non-PNS dan Non Sertifikasi Kemenag Gigit Jari” berita itu langsung mengundang reaksi cukup tajam dari pimpinan kami di kantor pusat, khususnya bapak Menteri Agama karena ada tulisan “Kemenag”. Ada pesan WA yang masuk ke hp, tidak menunggu lama saya langsung membaca postingan berita tersebut dengan cermat, mencoba menyambungkan kalimat demi kalimat antara paragraf satu dengan paragraf berikutnya. Memulai paragraf pertama terkesan sedikit provokatif, lanjut ke paragraf berikutnya memang fakta dilapangan kurang lebih benar adanya, menginjak paragraf selanjutnya sangat kontradiktif dan ini yang di posting sehingga menimbulkan praduga yang membuat orang serasa terbawa larut dalam emosi dari tulisan yang disajikan.

Dering telpon tertuju langsung ke pimpinan kami sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan dan anggaran, untungnya beliau sangat memahami pokok permasalahan sehingga dapat memberikan jawaban dan klarifikasi kepada pimpinan di tingkat pusat atas pemberitaan baik di media online maupun di televisi meski hanya running text tapi cukup membuat tidak nyaman. Pemberitaan tersebut memang benar namun yang di klarifikasi oleh wartawan Malangtimes.com untuk memperkuat pemberitaan bukan pejabat yang menangani pencairan tunjangan insentif guru madrasah melainkan Kepala Seksi lain, dalam hal ini adalah (Seksi Pendidikan Agama Islam) yang bukan menjadi wilayah juga Tupoksinya, dan memang benar tidak ada anggaran apalagi proses pencairan dana disitu. Semestinya klarifikasi ditujukan ke Kepala Seksi Pendidikan Madrasah yang membidangi itu bukan Ke Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam. Jadi antara pemberitaan dan pernyataan dari pejabat yang dimintai keterangan sangat kontradiktif dengan permasalahan, seperti itu kejadiannya.

Tulisan dapat menimbulkan opini publik yang bermacam-macam, dapat membuat sesuatu menjadi tenar atau terkenal namun juga dapat menghancurkan. Sebilah pisau ketajamannya hanya dapat menyayat satu bagian akan tetapi kalau tulisan dengan satu sayatan lukanya bisa kemana mana. Begitulah dahsyatnya sebuah goresan pena. Seyogyanya penulis harus memiliki sifat bijak dan tabayyun sebelum mempublikasikan hasil dari tulisannya, apakah tulisan tersebut sudah benar dan juga tidak menimbulkan konflik sosial. Ini yang perlu ditanamkan bagi setiap jurnalis di era keterbukaan informasi, yaitu perlunya menerapkan kode etik jurnalistik disetiap pemberitaan yang hendak ditayangkan.

Ketajaman sebuah goresan pena dapat membawa kepada kebaikan, namun dapat pula membawa kepada kesesatan, tergantung bagaimana meramu kata-kata dan juga menggali dari sumber-seumber yang benar dan terpercaya. Rujukan yang benar dapat memperkuat sebuah argumen dari hasil goresan pena yang di publikasi. Ketika sebuah tulisan tidak dapat dipertanggungjawabkan maka akan dapat pula menyeret si penulis ke ranah hukum. Tentunya pada setiap tulisan mengandung beberapa arti, yang antara lain dapat berisi tentang ajakan, himbauan, larangan, pemberitahuan, provokasi, informasi juga yang lain tergantung dari isi dan materi yang disajikan. Selanjutnya kita sebagai penulis perlu memperhatikan hal-hal yang sekiranya dapat menimbulkan polemik dan kerugian bagi diri sendiri, orang lain juga bagi masyarakat, karena dampak yang ditimbulkan dapat beragam. Mari kita terus tingkatkan budaya menulis namun tetap memperhatikan kode etik penulisan. Salam literasi…

Tulungagung, 11 Juli 2020
Intokowati
#SahabatPenaKita
#KomunitasLiterasi

Selasa, 04 Agustus 2020

BENARKAH MEROKOK BISA MENCEGAH VIRUS CORONA….??


Berhenti Merokok Merupakan Proses Hijrah yang Bertahap

Kemaren siang saya bertemu dengan temen yang sudah cukup lama tidak kelihatan, kangen rasanya tidak pernah ngobrol bareng lagi, entah mengapa setiap kali bertemu ada saja yang dibicarakan mulai dari masalah pendidikan, sosial, agama bahkan juga membicarakan tentang politik. Setiap berdialog pasti terbawa arus sampai adu argumen, menggunakan logika berpikir, bahkan kadang sampai gontok-gontokan, kelihatan bak layaknya debat kandidat calon presiden. Terkadang masalah sepele dibesar-besarkan sehingga jadi seperti sidang DPR. Memang teman saya ini tergolong orang pintar (menurut pandangan saya), karena beliau seorang guru matematika yang cukup berpengalaman.

Kami terlibat dialog ringan, tanpa basa basi langsung saja saya lontarkan pertanyaan mengapa kok lama tidak nongol ke kantor, jawabnya enteng saja "aku wedi karo sampeyan" (aku takut dengan anda). Loh saat itu saya kaget juga kenapa mesti takut, kan saya tidak melakukan apa-apa yang bikin ketakutan orang lain. Ternyata dia takut dicap pembawa virus, padahal sudah di rapid test berulang-ulang, juga sudah di swab berkali-kali dan hasilnya semua negatif. Klaster Asrama Haji Surabaya adalah klater paling besar di Jawa Timur sebagai penyumbang penyebaran covis 19, namun begitu tidak semua dari peserta yang mengikuti pelatihan haji terinfeksi virus corona, salah satunya adalah teman saya itu tadi.

Dengan sedikit bercanda saya mencoba menanyakan kenapa temen yang satu kelas dan satu daerah ada yang kena dan positif sedangkan anda negatif, padahal ketika itu tutor/nara sumber penyampai materi berada dalam satu kelas intensif bukan kelas besar adalah orang pertama yang membawa virus covid 19. Apa mungkin karena anda perokok sehingga virusnya mati terkena asap rokok ketika mau masuk ke tenggorokan..? Jawabnya “opo yo ngono yo aku yo nggak faham”, tapi menurut berita virus itu dapat mati dengan nikotin bahkan di Prancis sudah dilakukan penelitian tentang nikotin yang bisa mencegah atau membunuh virus corona, hanya saja racun didalam kandungan nikotin itu sendiri kurang bagus juga untuk kesehatan karena nikotin mengeluarkan racun yang tidak baik juga buat kesehatan.

Masih cerita tentang teman saya meski sudah melalui beberapa kali tes dan hasilnya sudah dinyatakan negatif tidak berarti di lingkungan masyarakat juga aman. Dalam hal itu stigma masyarakat terhadap orang yang disinyalir membawa wabah virus ke dalam lingkungannya seakan merasa dijustifikasi oleh warga sekitar sebagai penyebar virus, mereka sempat stress dan depresi dengan kondisi semacam ini. Kondisi seperti ini memang susah diterima baik oleh masyarakat juga oleh yang bersangkutan, pemahaman masyarakat terkadang juga masih awam tentang adanya penyebaran virus corona tersebut, sehingga menimbulkan ketakutan dan momok yang selalu menghantui dimana mereka berada.
Kembali kepada pertanyaan awal kenapa teman saya tidak terkena Corona ini yang menarik sabagai bahan kajian. Dia memang seorang perokok berat begitu juga teman yang satu kamar dengannya juga seorang perokok, namun salah satu dari mereka ada yang tidak perokok, nah yang unik dan menarik mereka tidak tertular. Apa asap rokok juga pengusir corona meskipun seorang perokok pasif yang hanya menerima asap dari rekan-rekannya yang perokok, terbukti dia juga aman dari terinfeksi virus Covid-19. Kenyataan semacam ini justru berlawanan dengan pernyataan resmi dari WHO yang dirilis Kompas.com tertanggal 14 maret 2020 dari laman resmi WHO, Dr. N. Paranietharan WHO Representative to Indonesia menyatakan, “Perokok beresiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan, yang merupakan faktor resiko tinggi untuk mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan Covid-19”. Dia kemudian menambahkan, “Karena itu perokok di Indonesia berisiko tinggi terkena Covid-19”.

Sangat berlawanan antara penelitian satu dengan penelitian yang lain, sepertinya memerlukan penelitian yang lebih mendalam terkait dengan hal itu, tentunya dengan banyak mencari responden juga mencari fakta ilmiah dilapangan sehingga menghasilkan hasil dan kesimpulan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan dari berbagai disiplin keilmuan utamanya dari segi ilmu kesehatan. Merokok dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan jantung akibat dari menghirup nekotin racun dari tembakau yang masuk ke dalam saluran pernafasan, mungkin virus pun dapat mati ditenggorokan bahkan mungkin sebelum masuk tenggorokan sudah lemah dan mati karena adanya asap rokok tersebut.

Kami sebagai orang awam yang kurang memahami tentang ilmu kesehatan tentunya hanya sekedar mengikuti para ahli dan para pakar yang kompeten dibidangnya. Meksipun terkadang ada yang terkesan aneh dan lucu, apapun itu yang jelas apa yang disampaikan oleh pemerintah melalui gugus tugas penangganan Covid-19 tetap dipatuhi, sosial distancing, physical distancing, memakai masker, cuci tangan, menjaga kebersihan diri juga lingkungan tetap harus diterapkan. Virusnya tidak terlihat nyata tapi korbannya nyata dan terus berjatuhan. Di era kenormalan baru serasa sulit untuk mencegah terjadinya interaksi antara individu satu dengan yang lain, dimana fasilitas umum sudah mulai dibuka kembali dan masyarakat sudah mulai membaur. Hanya do’a yang dapat kita panjatkan kepada Allah SWT semoga pandemi ini segera berakhir dengan menyisakan berbagai macam pelajaran bagi umat manusia didunia.

Wallahu a’lam..
Tulungagung, 4 Agustus 2020
Intokowati
#SPK Tulungagung
#Komunitas Literasi