Kamis, 15 April 2021

MODERASI BERAGAMA DITENGAH AKSI TEROR

Pemerintah saat ini masih gencar-gencarnya menyerukan Moderasi Beragama, sebenarnya apa yang dimaksud dengan moderasi beragama itu sendiri. Moderasi Beragama adalah sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah (wasathiyah), selalu bertindak adil, berimbang, dan tidak ekstrem dalam praktik beragama. Banyaknya permasalahan yang membawa nama agama dan menjadi pemicu konflik di masyarakat menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Isu-isu yang muncul dan berbagai paham keagamaan mewarnai disetiap polemik yang pada akhirnya mengarah kepada SARA (suku, ras dan agama). Jika masyarakat kita sudah berbicara mengenai agama maka sensitivitas muncul dengan berbagai macam asumsi dan praduga sehingga potensi perpecahan akan semakin tampak nyata.

Dengan melihat dan menganalisis bebagai isu yang kerap muncul dan berkembang akhir-akhir ini dan membawa nama agama, maka untuk menghindari adanya perpecahan dan konflik dikalangan masyarakat serta mencegah tindakan yang mengarah ke paham radikal, pemerintah merencanakan Pengarusutamaan Moderasi Beragama (PMB) diusulkan agar terintegrasi menjadi perspektif dalam perencanaan pembangunan nasional, khususnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, demi merealisasikan pemajuan kebudayaan di bidang pembangunan sumber daya manusia. Agama dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi salah satu variabel utama dalam mewujudkan misi pembangunan karakter bangsa.

Arah penguatan moderasi beragama dalam RPJMN 2020-2024 adalah penguatan cara pandang sikap dan praktek beragama jalan tengah, penguatan harmonisasi umat beragama, penyelarasan relasi agama dan budaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, dan pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan. Indonesia bukan negara sekuler yang memisahkan agama dari negara dan bukan pula negara yang diatur oleh agama tertentu. Indonesia adalah negara yang kehidupan warga dan bangsanya tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai agama. Karenanya, negara memfasilitasi kebutuhan kehidupan keagamaan warganya sesuai amanah konstitusi. Negara memposisikan diri “in between”: tidak boleh terlalu jauh campur tangan, tapi juga tidak boleh terlalu jauh lepas tangan. Negara berlandaskan dan berorientasi pada nilai-nilai agama, yaitu terwujudnya kemaslahatan bersama menuju kedamaian dan kebahagiaan.

Dua kutub ekstrem dalam beragama, yakni: pertama, kutub yang ekstrem memahami ajaran agama secara harfiyah dan konservatif; dan kedua, kutub yang ekstrem menegasikan pentingnya agama dalam kehidupan individu, bermasyarakat, dan bernegara. Konservatisme ekstrem dalam beragama menjadi bibit lahirnya intoleransi, kekerasan, hingga terorisme dan sejumlah riset menunjukkan bahwa pendidikan agama belum sepenuhnya berhasil menjadikan agama sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berada ditengah-tengah antara sekuler dan radikal memang sulit karena baik dari ektrem kanan dan ekstrem kiri tidaklah dapat bersatu. Munculnya terorisme di Indonesia tentunya tidak hanya berawal dari pemahaman yang radikal saja tapi juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang melatarbelakangi aksi teror tersebut. Faktor kemiskinan dan ketidakadilan, Faktor politik dan ketidakpuasan, faktor pemahaman agama yang keliru atau bisa jadi penyalahgunaan ajaran agama yang jauh dari nilai ajaran yang semestinya, faktor lingkungan pergaulan yang berhubungan dengan para pelaku teror, dsb.

Pada penghujung bulan maret tepatnya hari minggu, tanggal 28 Maret 2021 di Gereja Katedral Makasar telah diserang aksi bom bunuh diri yang melukai sekitar 20 orang. Aksi ini dilakukan menjelang umat Kristiani merayakan Paskah dan juga menjelang bulan suci Ramadhan. Sungguh sangat disayangkan ketika umat akan menjalankan ibadah justru dinodai dengan peristiwa yang kurang mengenakkan. Belum genap seminggu menyusul teror di Mabes Polri pada Rabu sore tanggal 31 Maret 2021 yang pelakunya sempat dilumpuhkan dan meninggal dunia. Dari rentetan kejadian tersebut Densus 88 langsung gerilya dengan melakukan penangkapan orang-orang yang diduga terafiliasi dengan kejadian aksi terorisme akhir-akhir ini. Aksi teror seperti ini sangat menodai umat Islam yang akan melakukan ibadah puasa Ramadhan. Seharusnya menjelang pelaksanaan ibadah dibulan suci, umat Islam menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela atau perbuatan mungkar.

Dalam ajaran agama manapun aksi kekerasan yang dapat mengancam jiwa dan nyawa tentunya tidaklah dibenarkan. Agama mengajarkan kehidupan yang damai dan saling menyayangi antar sesama manusia sebagai ciptaan Tuhan. Kelompok yang ektrem dalam memahami agama menghalalkan segala cara dengan dalih melakukan jihad, adapun jihad disini perlu dipertanyakan karena yang mereka perangi kadang bukan hanya umat dari lain agama saja, tapi juga sama-sama pemeluk agama yang sama dengan agama mereka, hanya saja cara pandang dan keyakinan tentang pemahaman beragamanya yang berbeda. Mungkin saja para teroris ini membawa misi tertentu yang bukan saja menebarkan aksi teror dengan mengusung isu agama, akan tetapi ada niat terselubung yang dapat menganggu stabilitas dan keamanan negara. Jika memang seperti itu, berarti agama dijadikan alat untuk mencapai tujuan mereka dan ini yang berbahaya bagi generasi muda kita. Cara memahami ajaran agama harus diluruskan lagi sesuai dengan ajaran yang mereka anut tanpa harus dijejali dengan cara dan pemikiran yang ektrem sehingga otak mereka seperti sudah dicuci hanya dapat menerima dari doktrin yang sudah diberikan kepadanya.

Sikap moderasi beragama harus segera ditanamkan pada masyarakat, karena sikap moderat ini nantinya dapat mempengaruhi cara berpikir dan cara pandang seseorang dalam beragama. Internalisasi nilai-nilai agama agar dapat menjadi landasan spiritual, moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menghargai keragaman agama dan tafsir kebenaran

ajaran agama, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan. Kementerian Agama mempunyai tanggung jawab yang berat dalam hal melayani umat beragama di tanah air. Indonesia bukan negara yang berdasarkan agama namun melindungi dan harus mampu mengayomi umat dari semua agama, menjaga perdamaian umat sangatlah penting demi terwujudnya kerukunan umat beragama. Menjauhkan perpecahan dalam satu agama dan juga menghomati pemeluk agama lainnya menjadi kata kunci keberhasilan Kementerian Agama dalam melindungi warga negara dari sisi spiritualitasnya.

Harapannya dengan adanya program moderasi beragama ini akan mampu meredam konflik dan isu yang berkembang di masyarakat agar tujuan pemerintah mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baldatun toyibatun wa robbun ghofur dapat tercapai. Wallau a’lam bi showab. Salam Literasi.

Tulungagung, 15 April 2021

#Intokowati

#SahabatPenaKita

1 komentar: