Jumat, 24 Mei 2019

Emak Emak Era Milenial

Di era globalisasi seperti sekarang ini semua orang dimudahan dalam segala hal, baik dari segi transportasi, kemudahan bertransaksi, juga dalam hal berkomunikasi. Teknologi memanjakan para emak emak jaman now.

Emak emak tempo dulu mengajarkan kepada anak perempuannya untuk bisa memasak, mengurus rumah mulai dari menyapu, mencuci baju, setrika dan segala bentuk urusan rumah tangga termasuk mengurus anak. Kelihatannya pekerjaan sederhana tapi sejatinya sangat menguras energi.

Emak emak masa sekarang banyak yang berkarir, sehingga separuh waktunya sudah habis dengan pekerjaan di tempat tugasnya. Untuk urusan rumah tangga dalam hal makan mereka mengandalkan beli di warung, pesen Go-food, grab-food lebih praktis ketimbang memasak sendiri yang membutuhkan waktu lama. Padahal anggota keluarga kadang rindu dengan masakan sang emak walau hanya sekedar sambal bawang dan tempe goreng.

Bagi emak rumahan ada sebagian yang hanya mengurus keluarga kemudian selesai tugas mereka bermain gadget sampai kadang lupa waktu jemput anak sekolah, namun ada pula sebagian emak emak yang sibuk dengan gagetnya namun mendulang rupiah dengan bisnis online. Emak emak yang memiliki ketrampilan dan inovasi tinggi menggunakan teknologi sebagai sarana untuk ajang eksplorasi bakat dan kemampuan disegala bidang yang dia tekuni dan kuasai.

Emak emak yang mampu menggunakan teknologi sebagai peluang usaha menggunakan gadget bukan hanya sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi namun memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produk yang dia punyai, emak emak yang hoby masak mereka posting hasil masakannya dengan sedikit editan dan pengaturan gambar membuat orang lain merasa tertarik sehingga mereka pesan order, begitu pula yang punya ketrampilan membuat kerajinan atau bahkan fashion, kemudian setelah mengetahui bahwa produknya bagus dan baik mereka justru yang mempromosikan hasil karya emak tersebut, itu semua adalah hasil dari teknologi masa kini.

Emak emak era milenial yang kreatif akan banyak memperoleh peluang ketimbang yang hanya menggunakan medsos hanya sekedar untuk sarana posting diri dengan berbagai gaya selfi tapi tidak menghasilkan secara ekonomi, hanya boros paket data, mestinya kalau mereka mampu melihat peluang disitu mereka akan sukses, sukses mengurus keluarga juga sukses dalam berusaha.

Tulungagung, 21 Mei 2019

#Intokowati 
#Komunitas Literasi IAIN TA

Senin, 06 Mei 2019

MASA DEPAN STUDI ISLAM DI ERA GLOBALISASI




(Arabic International Seminar oleh Prof. Dr. Abdel Aziz Abbaci dari Aljazair)

Pada tanggal 3 Mei 2019 Pascasarjana IAIN Tulungagung menyelenggarakan seminar internasional yang di support oleh S-1 PBA, S-2 PBA, dan S-1 BSA. Adapun peserta seminar dari Mahasiswa Program Doktor (S-3) dan Mahasiswa Program Magister (S-2) Pascasarjana IAIN Tulungagung. Ada  4 orang keynote speaker yang menyampaikan paparannya pada seminar tersebut, antara lain : Prof. Dr. Abdel Aziz Abbaci dari Aljazair, Basmah Salaeh, Lc. Dari Tailand, Dr. H. Abad Badruzzaman Lc., M.A. Indonesia (WakilRektor III), dan Dr. H. Kojin, M.A. Dosen Pascasarjana IAIN Tulungagung.

Dari keempat pembicara tersebut saya lebih fokus ke pemaparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Abdel Aziz Abbaci, dengan tema Mazziyah al-Lughah al-Arabiyyah min NahiyatiLughah al-‘Alam beliau menyampaikan beberapa pemikiran-pemikiran tentang bagaimana umat Islam sekarang ini bisa eksis dalam menghadapi globalisasi. Menurut Prof. Dr. Abdel Aziz Abbaci bahwa para ilmuan barat lebih melakukan pendekatan ilmu dengan pendekatan empiris yaitu dengan pembuktian-pembuktian yang rasional dan biasanya menggunakan penelitian kuantitatif sebagai metode dalam penelitian yang diambil. Sebagai umat Islam mestinya kita harus banyak belajar dari kitab-kitab dan sejarah peradaban masa lalu, karena banyak dari tokoh-tokoh agama dan cendikiawan muslim pada era kejayaan Islam tersebut menjadi tokoh sentral perkembangan peradaban barat. Umat Islam tidak boleh malas karena sebenarnya kelemahan umat Islam bukan terletak pada ajaran dan budaya Islamnya melainkan pada manusianya yang cenderung malas dibandingkan dari pada bangsa barat yang cenderung aktif dalam beberapa penelitian ilmiah sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru dengan pengalaman empirisnya.

Globalisasi tujuan utamanya adalah pada upaya politik, ekonomi dan agama. Seperti pemikiran dari Samuel P. Huntington’s seorang ahli dari barat yang sebenarnya teorinya ini tidak muncul akan tetapi ada tujuan lain yaitu merubah peradaban barat seperti dengan apa yang ditawarkan. Globalisasi ujung-ujungnya adalah menguasai pemikiran-pemikiran kita. Sebetulnyamenurut Prof. Abdel Aziz Abbaci bahwa kita bisa mampu mengadakan pendekatan yang lebih yaitu dengan intercultural dialogue. Kita bisa diterima dunia barat karena ilmu-ilmu Islam seperti Ibnu Sinna, Al Kindi, Al Farabi, dan Ibnu Rusyd mereka adalah para ilmuwan yang sangat berpengaruh pada dunia barat. Pertanyaannya kenapa umat Islam bisa mencapai puncak kejayaan di zamanitu..? masalah yang sesungguhnya adalah dari diri kita sendiri, yaitu kita berubah memanfaatkankeilmuan kita tanpa meninggalkan prisip-prinsip Islam namun bisa diterima oleh barat.

Ilmu itu adalah rezeki yang paling penting dan syaratnya adalah bertaqwa, ilmu itu perlu ijtihad, seluruh umur kita untuk ilmu. Di dunia barat ada kapitalisme yang tidak mengakui orang yang lemah, mereka menawarkan existentialisme. Pada kenyataan sekarang ini dengan semangat kapitalis 3 orang kaya di Amerika dapat menguasai 43 negara di dunia. Untuk itu pesan dari Prof. Abdel sebagai penutup pembicaraan, bahwa waktu yang singkat ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan alam sebagai materi, akhlaq adalah selogan yang utama. Sesungguhnya di dalam Al Quran terdapat ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk kepentingan dunia, mahasiswa harus banyak mengadakan penelitian yang berkaitan dengan Al Quran supaya dapat diterima oleh orang banyak.

Demikian sekilas pemaparan dari Prof. Abdel Aziz Abbaci yang bisa saya tangkap semoga tidak begitu melenceng jauh dari makna sesungguhnya, Wallahu A’lam Bishawab..

Tulungagung, 5 Mei 2019
#Intokowati
#Komunitas Literasi IAIN Tulungagung