Pemerintah saat ini masih gencar-gencarnya menyerukan Moderasi Beragama, sebenarnya apa yang dimaksud dengan moderasi beragama itu sendiri. Moderasi Beragama adalah sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah (wasathiyah), selalu bertindak adil, berimbang, dan tidak ekstrem dalam praktik beragama. Banyaknya permasalahan yang membawa nama agama dan menjadi pemicu konflik di masyarakat menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Isu-isu yang muncul dan berbagai paham keagamaan mewarnai disetiap polemik yang pada akhirnya mengarah kepada SARA (suku, ras dan agama). Jika masyarakat kita sudah berbicara mengenai agama maka sensitivitas muncul dengan berbagai macam asumsi dan praduga sehingga potensi perpecahan akan semakin tampak nyata.
Dengan melihat dan menganalisis bebagai isu yang
kerap muncul dan berkembang akhir-akhir ini dan membawa nama agama, maka untuk
menghindari adanya perpecahan dan konflik dikalangan masyarakat serta mencegah
tindakan yang mengarah ke paham radikal, pemerintah merencanakan Pengarusutamaan
Moderasi Beragama (PMB) diusulkan agar terintegrasi menjadi perspektif dalam
perencanaan pembangunan nasional, khususnya dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, demi merealisasikan pemajuan kebudayaan di
bidang pembangunan sumber daya manusia. Agama dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya menjadi salah satu variabel utama dalam mewujudkan misi
pembangunan karakter bangsa.
Arah penguatan moderasi beragama dalam RPJMN
2020-2024 adalah penguatan cara pandang sikap dan praktek beragama jalan
tengah, penguatan harmonisasi umat beragama, penyelarasan relasi agama dan
budaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, dan pengembangan
ekonomi dan sumber daya keagamaan. Indonesia bukan negara sekuler yang
memisahkan agama dari negara dan bukan pula negara yang diatur oleh agama
tertentu. Indonesia adalah negara yang kehidupan warga dan bangsanya tidak bisa
dipisahkan dari nilai-nilai agama. Karenanya, negara memfasilitasi kebutuhan
kehidupan keagamaan warganya sesuai amanah konstitusi. Negara memposisikan diri
“in between”: tidak boleh terlalu jauh campur tangan, tapi juga tidak boleh
terlalu jauh lepas tangan. Negara berlandaskan dan berorientasi pada nilai-nilai
agama, yaitu terwujudnya kemaslahatan bersama menuju kedamaian dan kebahagiaan.
Dua kutub ekstrem dalam beragama, yakni: pertama,
kutub yang ekstrem memahami ajaran agama secara harfiyah dan konservatif; dan
kedua, kutub yang ekstrem menegasikan pentingnya agama dalam kehidupan
individu, bermasyarakat, dan bernegara. Konservatisme ekstrem dalam beragama
menjadi bibit lahirnya intoleransi, kekerasan, hingga terorisme dan sejumlah
riset menunjukkan bahwa pendidikan agama belum sepenuhnya berhasil menjadikan
agama sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Berada ditengah-tengah antara sekuler dan radikal memang sulit
karena baik dari ektrem kanan dan ekstrem kiri tidaklah dapat bersatu. Munculnya
terorisme di Indonesia tentunya tidak hanya berawal dari pemahaman yang radikal
saja tapi juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang melatarbelakangi aksi
teror tersebut. Faktor kemiskinan dan ketidakadilan, Faktor politik dan
ketidakpuasan, faktor pemahaman agama yang keliru atau bisa jadi penyalahgunaan
ajaran agama yang jauh dari nilai ajaran yang semestinya, faktor lingkungan
pergaulan yang berhubungan dengan para pelaku teror, dsb.
Pada penghujung bulan maret tepatnya hari minggu,
tanggal 28 Maret 2021 di Gereja Katedral Makasar telah diserang aksi bom bunuh
diri yang melukai sekitar 20 orang. Aksi ini dilakukan menjelang umat Kristiani
merayakan Paskah dan juga menjelang bulan suci Ramadhan. Sungguh sangat
disayangkan ketika umat akan menjalankan ibadah justru dinodai dengan peristiwa
yang kurang mengenakkan. Belum genap seminggu menyusul teror di Mabes Polri pada
Rabu sore tanggal 31 Maret 2021 yang pelakunya sempat dilumpuhkan dan meninggal
dunia. Dari rentetan kejadian tersebut Densus 88 langsung gerilya dengan
melakukan penangkapan orang-orang yang diduga terafiliasi dengan kejadian aksi
terorisme akhir-akhir ini. Aksi teror seperti ini sangat menodai umat Islam
yang akan melakukan ibadah puasa Ramadhan. Seharusnya menjelang pelaksanaan
ibadah dibulan suci, umat Islam menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela
atau perbuatan mungkar.
Dalam ajaran agama manapun aksi kekerasan yang dapat
mengancam jiwa dan nyawa tentunya tidaklah dibenarkan. Agama mengajarkan
kehidupan yang damai dan saling menyayangi antar sesama manusia sebagai ciptaan
Tuhan. Kelompok yang ektrem dalam memahami agama menghalalkan segala cara
dengan dalih melakukan jihad, adapun jihad disini perlu dipertanyakan karena
yang mereka perangi kadang bukan hanya umat dari lain agama saja, tapi juga
sama-sama pemeluk agama yang sama dengan agama mereka, hanya saja cara pandang
dan keyakinan tentang pemahaman beragamanya yang berbeda. Mungkin saja para
teroris ini membawa misi tertentu yang bukan saja menebarkan aksi teror dengan
mengusung isu agama, akan tetapi ada niat terselubung yang dapat menganggu
stabilitas dan keamanan negara. Jika memang seperti itu, berarti agama
dijadikan alat untuk mencapai tujuan mereka dan ini yang berbahaya bagi
generasi muda kita. Cara memahami ajaran agama harus diluruskan lagi sesuai
dengan ajaran yang mereka anut tanpa harus dijejali dengan cara dan pemikiran
yang ektrem sehingga otak mereka seperti sudah dicuci hanya dapat menerima dari
doktrin yang sudah diberikan kepadanya.
Sikap moderasi beragama harus segera ditanamkan pada
masyarakat, karena sikap moderat ini nantinya dapat mempengaruhi cara berpikir
dan cara pandang seseorang dalam beragama. Internalisasi nilai-nilai agama agar
dapat menjadi landasan spiritual, moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Menghargai keragaman agama dan tafsir kebenaran
ajaran agama, serta tidak terjebak pada ekstremisme,
intoleransi, dan kekerasan. Kementerian Agama mempunyai tanggung jawab yang
berat dalam hal melayani umat beragama di tanah air. Indonesia bukan negara
yang berdasarkan agama namun melindungi dan harus mampu mengayomi umat dari
semua agama, menjaga perdamaian umat sangatlah penting demi terwujudnya
kerukunan umat beragama. Menjauhkan perpecahan dalam satu agama dan juga
menghomati pemeluk agama lainnya menjadi kata kunci keberhasilan Kementerian
Agama dalam melindungi warga negara dari sisi spiritualitasnya.
Harapannya dengan adanya program moderasi beragama
ini akan mampu meredam konflik dan isu yang berkembang di masyarakat agar
tujuan pemerintah mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baldatun
toyibatun wa robbun ghofur dapat tercapai. Wallau a’lam bi showab. Salam
Literasi.
Tulungagung, 15 April 2021
#Intokowati
#SahabatPenaKita