Rabu, 16 Desember 2020

DILEMA PEMBERANGKATAN JEMAAH HAJI INDONESIA

 

Data Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tulungagung untuk estimasi pemberangkatan jemaah haji tahun 2020 sebanyak 996 orang calaon jamaah haji, yang terdiri dari 443 orang calon jamaah haji laki-laki dan 553 orang calon jemaah haji perempuan. Akibat pandemi Corona Virus Disease 19 (covid -19) akhirnya pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji asal Indonesia. Pembatalan pemberangkatan jemaah haji tertuang melalui Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Pemberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/ 2020 M.

Ada beberapa pertimbangan mendasar terkait dengan adanya pembatalan pemberangkatan tersebut bahwa menunaikan Ibadah Haji wajib bagi umat Islam yang mampu secara ekonomi dan fisik yaitu kesehatan, keselamatan dan keamanan semenjak kepergian sampai dengan kepulangan ke tanah air. Dengan adanya pandemi Covid-19 maka kesehatan, keselamatan dan keamanan para calon jamaah haji menjadi prioritas yang terpenting. Dalam ajaran agama  Islam menjaga jiwa merupakan salah satu dari lima maqasidh syari’ah selain menjaga agama, akal, keturunan, dan harta yang harus dijadikan sebagai dasar pertimbangan utama dalam penetapan hukum atau kebijakan pemerintah agar terwujud kemaslahatan bagi umat atau masyarakat.

Pemerintah Arab Saudi juga membatasi jumlah jemaah yang menunaikan ibadah haji dari luar negeri, keputusan yang diambil pemerintah Arab Saudi memang sudah sangat dekat dengan prosesi ibadah haji itu sendiri. Kebijakan lockdown yang diterapkan pemerintah Arab Saudi rentang waktunya cukup panjang, sampai dinayatakan untuk membuka kembali akses fasilitas umum dan tempat ibadah bagi warganya untuk melakukan aktifitas diluar dengan dibukanya kembali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk melaksanakan sholat berjamaah bagi umum. Waktu yang cukup singkat tidaklah mungkin pemerintah RI sanggup untuk melaksanakan persiapan dari keseluruhan proses penyelenggaraan ibadah haji mulai dari persiapan pemberangkatan sampai ke tanah suci dan setelah kepulangan kembali jemaah ketanah air. Dari sebagian jamaah juga terdapat jamaah katagori resiko tinggi (risti) dan jumlahnya lumayan banyak sehingga untuk proses karantina saja memakan waktu yang cukup lama mulai karantina sejak keberangkatan sampai dengan kepulangan.

Langkah yang diambil pemerintah sudah cukup tepat dengan mempertimbangkan beberapa aspek tersebut diatas tadi, bahwa sesungguhnya menjaga keselamatan jiwa jauh lebih penting dari pada hukum aslinya. Masyarakat tentunya juga sudah dapat memaklumi kondisi yang demikian ini, dan harapan dari para jemaah haji yang sudah melakukan pelunasan pembayaran untuk dapat dipanggil kembali berangkat pada tahun depan. Namun perlu dipahami bersama bahwa sampai di penghujung tahun 2020 ini wabah virus Covid-19 belum juga mengalami penurunan bahkan mengalami lonjakan yang cukup drastis sehingga pemerintah RI melalui Kementerian Agama belum berani mengeluarkan statemen dan kebijakan resmi terkait dengan keberangkatan jemaah haji secara pasti. Selama masyarakat belum menerima vaksin Covid-19 maka akan sangat rentan terkonfirmasi menurut berita yang kita dengar. Maka untuk menerapkan kebijakan tertentu dibutuhkan pengkajian dan analisis yang mendalam, tidak dengan serta merta karena menyangkut keselamatan jiwa.

Namun begitu disisi lain pelaksanaan ibadah umrah sudah diperbolehkan mengacu pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 719 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Ibadah Umrah Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019. Pemerintah sudah mempertimbangkan melalui kebijakan pemerintah Arab Saudi yang telah membuka kesempatan umat Islam untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah secara bertahap sesuai dengan maklumat yang dikeluarkan oleh Deputi Kementerian Bidang Urusan Umrah Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi.

Dengan berdasarkan pada kebijakan tersebut maka pemerintah RI menerapkan penyelenggaraan perjalan ibadah umrah dengan standar protokol kesehatan yang sangat ketat dan ada beberapa persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap calon jemaah umrah, diantaranya; Usia sesuai ketentuan dari pemerintah Arab Saudi (18-50 tahun), tidak memiliki penyakit penyerta/komorbid (wajib memenuhi ketentuan Kemenkes RI), menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut pihak lain atas risiko yang timbul akibat Covid-19, bukti bebas Covid-19 (dibuktikan dengan asli hasil dari PCR/SWAB tes yang dikeluarkan rumah sakit/ laboratorium yang sudah terverifikasi Kemenkes dan berlaku 72 jam sejak pengambilan sampel hingga waktu keberangkatan/sesuai ketentuan pemerintah Arab Saudi).

Penyelenggaraan transportasi perjalanan umroh mematuhi standar antara lain; Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) bertanggung jawab menyediakan sarana transportasi sejak lokasi karantina, bandara, keberangkatan, pesawat terbang pergi pulang, dan transportasi di Arab Saudi. Transportasi udara dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke Indonesia dilaksanakan dengan penerbangan langsung, transportasi Saudi dan dari Arab Saudi ke Indonesia wajib dilakukan dengan standar protokol kesehatan Covid-19. Permberangkatan dan pemulangan jemaah hanya dilakukan melalui bandara internasional yang telah ditetapkan oleh Kemenkumham sebagai bandara internasional pada pandemi Covid-19, yaitu; Bandara Soekarno-Hatta Banten, Juanda Jawa Timur, Sultan Hasanuddin Sulawesi Selatan, dan Kualanamu Sumatera Utara.

Adapun kuota pemberangkatan jemaah umrah adalah jemaah yang tertunda keberangkatannya tahun 1441 H dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi, penentuan jemaah yang akan diberangkatkan mengacu pada kuota yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Dalam hal protokol kesehatan bahwa seluruh layanan kepada jemaah wajib mengikuti standar protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi juga pemerintah Republik Indonesia. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan protokol kesehatan mulai dari tanah air, selama perjalanan sampai dengan kepulangan jemaah umrah. Sedangkan biaya perjalanan ibadah umrah mengikuti biaya referensi yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama, biaya tersebut dapat ditambah dengan biaya lainnya yaitu biaya pelayanan kesehatan pada masa karantina dan biaya pemeriksaan kesehatan jemaah akibat pandemi Covid-19.

Delema masyarakat untuk melaksanakan ibadah dalam masa pandemi Covid-19 sangatlah wajar, dimana satu sisi orang mempunyai keinginan untuk tetap menjalankan syariat namun disisi yang yang nyawa menjadi taruhan karena kita tidak mampu mendeteksi dari mana penyakit itu datang bersarang ketubuh kita, maka sangatlah penting menjaga keamanan dan kesehatan diri dari penyebaran wabah tersebut. Pemerintah juga sudah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi warganya agar sebisa mungkin dapat terhindar dari serangan virus yang mematikan itu. Selebihnya hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang bisa menghentikannya, manusia hanya sebatas berusaha, kalaupun diberikan panjang umur maka hendaklah kita merasa bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan terutama nikmat kesehatan yang saat ini memang benar-benar mahal harganya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan kepada hambanya yang sabar dan tawakal menghadapi ujian akibat pandemi Covid-19.

Intokowati

#SahabatPenaKita

#KomunitasLiterasi

Jumat, 04 Desember 2020

FGD BEDAH DRAF RENSTRA KANWIL KEMENAG JATIM TAHUN 2020-2024

 

Bertempat di Hotel Harris Malang sejak hari senin tanggal, 23 november sampai dengan hari kamis tanggal, 26 novermber 2020 kami dari Kelompok Kerja Perencana Provinsi Jawa Timur mengikuti kegiatan Forum Group Diskusi bedah draf Rencana Stategis (Renstra) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur tahun 2020-2024. Kegiatan tersebut diikuti oleh para Perencana Kementerian Agama dari masing-masing Kabupaten/Kota dan Perguruan Tinggi  Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se Jawa Timur. Nara sumber pendamping adalah Tim dari Universitas Brawijaya Malang. Trending topik yang paling hangat untuk dibahas adalah tentang Moderasi Beragama sebagai program nasional yang kemudian dijabarkan oleh Kementerian Agama RI yang termuat dalam Rencana Strategik dalam kurun waktu lima tahunan.

“Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga (Outcome/Impact) merupakan kondisi yang akan dicapai secara nyata oleh Kementerian/Lembaga yang mencerminkan pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya hasil (outcome) dari satu atau beberapa program”. Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga yang ditetapkan harus merupakan ukuran pencapaian dari Tujuan Kementerian/Lembaga. Sasaran strategis mencerminkan berfungsinya outcomes dari semua program dalam Kementerian/Lembaga. Sasaran Strategis K/L yang dirumuskan sama dengan sasaran pembangunan yang ada dalam RPJMN maupun RPJPN 2005-2025 sesuai dengan tugas fungsi K/L dan/atau setingkat lebih rendah dari sasaran pembangunan RPJMN. Memiliki sebab akibat (causality) secara logis dengan sasaran pembangunan dalam RPJMN maupun RPJPN.

Visi Misi Presiden 2020-2024 disusun berdasarkan arahan RPJPN 2020-2025. RPJMN 2020-2024 dilaksanakan pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan visi “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Visi tersebut diwujudkan melalui 9 Misi yang dikenal sebagai Nawacita kedua. Adapun 9 misi tersebut adalah:

  1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia
  2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing
  3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan
  4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan
  5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa
  6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
  7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman bagi seluruh warga
  8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya
  9. Sinergi Pemerintah Daerah dalam kerangka negara kesatuan.

Renstra Kementerian/Lembaga (K/L) itu merupakan operasional dari RPJM. Renstra Kanwil mengacu dan mempedomani Renstra Kementerian Agama pusat, adapun Rentra Kementerian Agama pusat adalah penjabaran dari RPJMN. Dari dokumen ini perlu adanya koordinasi dan singkronisasi dari Kementerian Agama pusat dengan Kantor Wilayah dan Kementerian Agama di Kabupaten/Kota. Dirjen harus satu kesatuan holistic, sehingga hubungan antar dirjen itu ada kesinambungan bukan secara parsial. Keterkaitan antar belanja bisa terbangun dan terintegrasi dalam satu arsitektur. Kanwil mengambil kerangka regulasi dan kelembagaan dari Renstra Kemenag Pusat Renstra Kanwil tidak memerlukan visi dan misi akan tetapi lebih memabahas kepada target dan pendanaan (RKAKL), Kabupaten/Kota lebih ke kegiatan, out put dan komponen. Impactnya lebih mengarah kepada Situasi dan kondisi yang bersifat kualitatif

Muatan dalam Renstra Kanwil bersumber dari Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1052 Tahun 2019. Renstra Kanwil Kementerian Agama Provinsi menjelaskan kondisi umum, potensi dan permasalahan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Renstra Kanwil Kementerian Agama Provinsi menjelaskan Tujuan Unit Eselon I di wilayahnya. Renstra Kanwil Kementerian Agama Provinsi menjelaskan Sasaran Kegiatan Unit Eselon I di wilayahnya. Menjelaskan hasil dan satuan hasil yang akan dicapai dari setiap indikator kinerja sasaran program dan indikator kinerja sasaran kegiatan. Target kinerja merupakan bagian dari target satuan kerja diatasnya. Menjelaskan kebutuhan pendanaan secara keseluruhan untuk mencapai target kinerja satuan kerja. Jadi mestinya Renstra Kanwil tidak memerlukan Visi dan Misi karena Renstra Kanwil mengambil kerangka regulasi dan kelembagaan dari Renstra Kemenag Pusat dan lebih memabahas kepada target dan pendanaan (RKAKL).

Selain itu, dijabarkan juga baik yang bersumber dari Rupiah Murni, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Badan Layanan Umum (BLU), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Hibah Dalam Negeri (HDN), Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) serta sumber/skema lainnya seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan Corporate Social Responsibility (CSR). Menjelaskan simpulan secara singkat mengenai dokumen Renstra Satuan Kerja yang telah disusun dan arahan dari Pimpinan/Kepala Satuan Kerja dalam pelaksanaan perencanaan strategis, sehingga hasil pencapaiannya dapat diukur dan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan laporan kinerja tahunan Satuan Kerja.

Untuk menghasilkan keluaran yang bagus dan berkualitas dan dapat menyentuh kepentingan masyarakat secara umum dan menjawab isu yang berkembang dimasyarakat tentunya membutuhkan struktur dan pola perencanaan yang baik pula. Memerlukan adanya manajemen kinerja dari fungsional dengan kinerja Money follow program ; uang itu harus memberikan dampak, harus memnghasilkan perubahan sosial. Pengukuran kinerja Kanwil itu mengikuti kinerja eselon Dirjen atau mengikuti Renstra pusat. Kinerja di Kanwil adalah penggabungan atau akumulasi yang disebut dengan Managemen Kinerja. Dalam kegiatan sekretariat lebih mengarah pada layanan kesekretariatan. Program kegiatan mempunyai sasaran dan boleh memiliki satu atau lebih dari sasaran kegiatan. Jangan sampai ada kegiatan yang tidak mendukung sasaran induknya (sasaran Menteri). Didalam sasaran kegiatan perlu adanya sebab dan akibat. Kegiatan yang tidak menjadi sebab kegiatan yang lain harus dipengkas atau dilakukan penghematan. Kerangka kerja logis itu kegiatan yang mempunyai kerangka yang mempunyai implikasi kepada capaian program. Ada sasaran kegiatan dan ada output atau keluaran. Output itu menjelaskan bahwa sasaran kegiatan sudah dapat dilaksanakan.

Didalam Renstra Kanwil penuh dengan indicator dan semuanya dapat di ukur. Indikator strategis itu adalah Alat ukur yang mengindikasikan keberhasilan pencapain sasaran strategis K/L. Indikator Kinerja Program adalah ukuran kwantitatif  dan/atau kualitatif yang menggambarkan keberhasilan. Renstra ditingkat Kanwil harus mengedepankan isu dan yang akan menjawab isu tersebut adalah kegiatan. Adapun kegiatan di eselon tiga adalah kinerja kegiatan yang didalamnya memuat KRO ( Klasifikasi Rincian Output) dan RO ( Rincian Output). Isu itu berubah dari tahun ketahun sehingga tidak akan sampai mengulang lagi kegiatan yang sama pada tahun berikutnya. Perlunya pemetaan isu dan indikator Kinerja, targetnya apa dan merinci kegiatan menjadi rincian output sampai pada komponennya. Isu strategis seringkali berangkat dari data yang tidak jelas. Ketika data tidak dimiliki dari mana akan menghasilkan sasaran yang tepat. Organisasi pemerintah semestinya harus dapat lebih efektif dan efesien dalam penggunaan anggaran.

Merubah mainset itu penting, yakni Peningkatan kualitas pelayanan biasanya auditor dalam mengaudit lebih melihat pada serapan anggarannya, belum sampai mengarah lebih jauh kepada hasil yang didapat, apakah kegiatan dan anggaran tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat sasaran, atau hanya sebatas pada realisasi program dan kegiatannya saja, tanpa melihat esensi yang ada dalam rangka menjawab isu yang berkembang dan terjadi di masyarakat tersebut. Sebagai seorang Perencana mempunyai tugas dan kewajiban untuk memonitoring dan mengevaluasi hasil dan dana yang dibelanjakan apakah sudah tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan dari setiap program yang sudah direncanakan. Hasil dari monev anggaran dibuat rekomendasi untuk disampaikan kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan pada masa yang akan datang.

 

Tulungagung, 4 Desember 2020

Intokowati

#SahabatPenaKita

#KomunitasLiterasi