Senin, 19 Oktober 2020

OBSESI MENULIS BUKU OUTOBIOGRAFI


Sejak bergabung dengan group Komunitas Literasi Tulungagung pada tanggal 28 Mei 2018 keinginan untuk menulis mulai tumbuh, diawali dengan pertemuan anggota di gedung Pasca Sarjana IAIN Tulungagung menjelang buka puasa Ramadhan. Dr. Ngainun Naim sebagai sang penggiat literasi menyampaikan beberapa hal dan pengalaman dalam menulis, beliau sebagai mentor kami mengajak agar para mahasiswa punya keinginan dan mampu membuat tulisan dalam bentuk apapun, bisa artikel, puisi, esay, jurnal maupun tulisan yang lain. Ada beberapa hal yang biasa dialami para pemula ketika menulis; pertama bingung menentukan topik bahasan apa yang hendak ditulis, kedua ketika dalam proses menulis tiba-tiba kehabisan ide akhirnya berhenti tidak melanjutkan kembali tulisannya, ketiga semangat menulis tidak stabil kadang sangat semangat dan produktif menulis, tapi kadang timbul rasa malas sehingga berhenti menulis. Kondisi seperti ini biasa dialami oleh seorang penulis, apalagi masih pada tarap belajar, sangat manusiawi sekali.

Untuk menjaga agar tetap istiqomah menulis bapak Dr. Ngainun Naim selalu mengingatkan tanpa henti, tanpa mengenal lelah dan putus asa kepada seluruh anggota group yang tergabung dalam Komunitas Literasi tersebut agar setor tulisan, namun belum semua anggota bisa setor tulisan akhirnya dibuatkan komitmen kepada seluruh anggota agar dapat setor tulisan wajib seminggu sekali. Awalnya memang terasa berat tapi karena adanya tuntutan akhirnya menjadi terbiasa dan ini yang mampu meningkatkan semangat para anggota untuk rajin menulis walaupun hanya seminggu sekali. Kemudian setelah berdiri group Sahabat Pena Kita Tulungagung gelora menulis mulai muncul dan semangat para anggota dalam menulis mulai tumbuh, setiap hari beberapa tulisan mulai menghiasi beranda group WA SPK Tulungagung, sepertinya ada perubahan besar dalam dunia karya tulis. Ide membuat buku Antologi terus bergulir semuanya masih dalam proses finishing, sebentar lagi akan ada beberapa buku yang terbit. Itu semua menjadi spirit bagi seluruh anggota untuk terus berkarya dan menghasilkan tulisan-tulisan yang bagus dan bermutu.

Berawal dari penulisan buku antologi tersebut ada beberapa keinginan yang muncul dibenak ini sekiranya dapat menulis sebuah buku karya sendiri alangkah senang dan bahagianya hati. Sampai saat ini masih merupakan sebuah mimpi atau sekedar obsesi, pun begitu tidak menutup kemungkinan bahwa suatu hari nanti pastilah bisa menulis sebuah buku hasil dari karya dan tulisan pena sendiri. Kalau benar impian tersebut menjadi nyata mungkin dapat menjadi suatu suntikan dan vitamin tersendiri dalam dunia tulis menulis. Menulis bukan menjadi sebuah obsesi atau sekedar mimpi lagi, melainkan sudah menjadi budaya atau tradisi. Membiasakan menulis harus dibarengi dengan komitmen yang tinggi supaya tetap istiqomah.

Sebenarnya keinginan memiliki sebuah buku dari hasil karya sendiri tidak harus yang berbobot dan benilai tinggi, sekedar hanya menulis pengalaman pribadi atau berupa autobiografi diri sendiri. Kelihatannya sangat mudah karena yang ditulis adalah peristiwa atau kisah yang pernah kita alami, namun sepertinya tidak semudah apa yang kita banyangkan. Menulis membutuhkan pemikiran dan rangkaian kata-kata yang indah serta dapat dimengerti oleh si pembaca. Menarik minat orang untuk membaca dibutuhkan trik dan tehnik tersendiri. Judul, gaya bahasa, intonasi, isi yang terkandung di dalam buku sangat berpengaruh pada orang lain untuk memahaminya. Biarkan ide dan gagasan menulis mengalir begitu saja, tanpa adanya tekanan atau perasaan tertentu sehingga mempengaruhi bobot dan makna tulisan itu sendiri. Menulis dengan perasaan dan emosi akan mampu menciptakan karakter tersendiri dalam tulisan kita, corak dan warna yang khas nantinya dapat dirasakan oleh pembaca.

Pengalaman pribadi ketika menulis kadang timbul rasa jenuh dan malas untuk melanjutkan kembali, kalau kondisinya sudah seperti ini maka motivasi untuk menulis bukan hanya dari orang lain melainkan dari dalam diri sendiri. Menumbuhkan kembali motivasi dalam diri sendiri rasanya cukup sulit kalau tidak dibarengi dengan kekuatan dan keyakinan bahwa menulis itu mudah, dan banyak manfaat yang akan bisa kita ambil dari proses menulis. Seorang penulis tentunya sering membaca, karena dengan membaca banyak ide atau gagasan dan pengetahuan yang didapat sehingga mampu menambah referensi tulisan. Cara pandang dan pemikiran orang lain dapat menjadi inspirasi bagi diri kita, setidaknya ada informasi, pengetahuan, pengalaman, tranformasi pemikiran ataupun ilmu yang akan kita terima. Tetapi kadang kala terlalu banyak membaca juga malah menjadi semakin bingung, pendapat mana yang sekiranya cocok dengan karakter kita. Masing-masing tulisan satu dengan yang lainnya pastilah tidak sama, ada perbedaan yang dapat dilihat ketika kita membacanya, entah pada kekuataan kata-katanya, hubungan narasinya, gaya bahasanya yang menjadi karakteristik dan ciri khas dari tulisan itu sendiri.

Obsesi menulis sebuah buku tentang autobiografi diri sendiri kadang sering muncul di pikiran ini sekiranya kapan dapat memulainya, mungkin butuh waktu dalam menyusun bait kata mencoba mengkaitkan peristiwa satu dengan yang lainnya, menceritakan masa lalu mulai kecil hingga dewasa bahkan sampai menjadi tua. Rasanya seperti memutar waktu untuk kembali mengingat apa yang pernah dialami puluhan tahun silam, beberapa kisah dan peristiwa akan tertumpahkan lewat goresan pena. Meskipun tidak terlalu mengingat masa kecil dengan jelas namun masih ada beberapa peristiwa yang tetap tergiang dan membekas dihati. Kalaupun sudah menjadi sebuah buku mungkin tidak terlalu penting bagi orang lain, akan tetapi sangat penting bagi saya agar kelak anak cucu dan generasi penerus keturunan saya dapat membaca buku itu sebagai warisan budaya agar tetap dapat mengingat perjalan dan perjuangan hidup neneknya dimasa lampau.

Rangkaian peristiwa pahit dan manis akan menghiasi lembar demi lembar buku yang akan saya tulis lewat goseran pena sendiri tidak lewat penuturan dan ditulis oleh penulis lain. Gaya bahasa dalam tulisan nantinya mengikuti ritme dan alur pikiran sendiri tidak ada unsur menambah atau mengurangi inti cerita, tidak ada gaya bahasa hiperbola maupun personifikasi karena semua cerita nyata ada. Memakai bahasa lugas dan sederhana lebih tepat karena yang ditulis adalah kisah tentang diri sendiri jadi tidak mungkin orang lain memberikan kritikan, saran, ataupun masukan seperti halnya tulisan jurnal maupun karya ilmiah lainnya. Tulisan kita bagian dari cerminan diri kita pula, baik secara langsung maupun tidak langsung bahwa perasaan, emosi, improfisasi semua itu dapat mempengaruhi makna dan inti dari setiap karya. Tulisan itu bagaikan karya seni, alurnya mengikuti irama hati, apa yang tertuang pada goresan pena kita itulah gambaran dari ide, gagasan, pikiran, perasaan yang muncul dari dalam diri.

Menulis autobiografi diri sendiri tidak membutuhkan referensi, tidak ada tekanan, tidak perlu menjadi plagiator narasi, karena kisah hidup seseorang tidaklah sama, kalaupun ada persamaan hanya sedikit saja tidak mungkin keseluruhan dari isi persis sama. Rasanya akan sangat bebas dan leluasa dalam menorehkan kata demi kata, apa yang ada dalam pikiran langsung tertuang disana. Pengalaman masa kecil begitu menyenangkan bermain dengan teman-teman sebaya menjadi pembelajaran dan bernilai sosial yang tinggi, permainan tempo dulu sudah sangat berbeda jauh dengan permainan anak-anak dimasa kini, bahasa gaulnya (Kids Jaman Now). Permainan pada masa kecil saya sangatlah sederhana namun banyak menguras fisik, seperti permainan gobak sodor, congklak, lompat tali, engklek, gasing, kejar kejaran, sembunyi sembunyian dan beberapa jenis permainan yang lain yang banyak membutuhkan Gerakan tubuh kita.

Anak-anak jaman dulu fisiknya jauh lebih kuat dibandingkan anak jaman sekarang, pembetukan karakter dan ketahanan fisiknya masih alami, kesenangan dan keceriaan dalam bermain sangatlah tergambar jelas melalui canda tawanya yang lepas, jiwa sosialpun secara tidak langsung juga terbentuk dengan sendirinya. Makanan mereka juga seadanya, belum ada jajanan beraneka ragam seperti sekarang, mangga mentah punya tetangga kadang juga rame-rame memakannya, tidak ada raut muka merasakan masamnya buah mangga muda, kedondong atau buah-buahan sejenisnya. Untuk mendapatkannya saja kadang menunggu kalau ada yang jatuh akibat angin besar yang bertiup, mereka rebutan untuk menikmatinya. Sungguh masa kecil yang sangat mengesankan berbeda jauh dengan masa kecil anak sekarang, mereka main game lewat hp, lebih bersikap individu dan menyendiri di kamar, main robot-robotan, boneka, dan sejenis mainan yang tidak banyak membutuhkan aktifitas dalam bergerak, mereka cenderung menjadi malas, pingin semuanya instan dan serba tergesa-gesa.

Cerita masa lalu memang sangatlah indah untuk dikenang, teman-teman sepantaran dengan saya juga sudah pada tua dan sudah banyak yang mempunyai cucu. Generasi anak dan generasi berikutnya sudah lain pula pengalamannya, mungkin orang tua banyak menceritakan kisah hidupnya dengan anak-anak dan cucu-cucunya lewat penuturan cerita. Biar terlihat sedikit berbeda dengan yang lainnya, saya akan mencoba menceritakan kisah hidup lewat tulisan agar kelak mereka dapat membacanya. Menanamkan budaya menulis untuk generasi kita supaya ketajaman berpikirnya lambat laun dapat terasah dengan banyak membaca dan menulis. Dalam kisah juga akan saya sisipkan beberapa motivasi dalam kehidupan, motivasi belajar, motivasi untuk sukses, dan tak lupa motivasi untuk membaca dan menulis. Menumbuhkan semangat untuk berkarya bagi generasi penerus. Mereka semua dapat mencontoh prilaku yang baik dari neneknya melalui membaca buku autobiografi yang dimilikinya, anggap saja sebagai hadiah terindah bahkan ketika sang nenek sudah tutup usia akan menjadi warisan bersejarah yang tak ternilai harganya.

Rencana penulisan buku autobiografi ditulis ketika ada waktu luang dan senggang sehingga insprirasi menulis dapat muncul mengalir begitu saja, Jika kondisi lagi bad mood maka alur pikiran menjadi amburadul sehingga tulisan akan menjadi kurang bagus ketika orang lain membacanya. Meski masih dalam tataran obsesi namun insyaallah akan segera dapat terealisasi tergantung bagaimana kesungguhan dan komitmen dalam menulis masih tetap tinggi, yang terpenting adalah meluruskan niat sehingga apapun itu, jika diawali dengan niat yang baik maka akan menjadi baik pula hasilnya. Mencoba menulis buku outobiografi seperti menulis buku diary, pokoknya asal menulis saja peristiwa apa yang pernah dialami, mengenai panjang dan pendeknya tergantung dari pengembangan cerita.

Akan sangat bangga dan bahagia jika suatu saat nanti buku autobiografi yang saya tulis itu akan benar-benar terbit, sehingga dapat memotivasi diri untuk membuat karya-karya yang berikutnya. Obsesi dan impian menulis bukan hanya dalam angan-angan belaka akan tetapi benar dan nyata adanya. Sungguh amat senang dan gembira membayangkan nantinya dapat menulis buku hasil dari karya sendiri, yang paling pokok dan terpenting adalah terus giat berlatih menulis karena dengan banyak latihan maka akan menjadi terbiasa. Kalau sudah terbiasa menulis dan menjadi tradisi maka akan sangat sulit untuk meninggalkannya, serasa ada beban berat ketika kita tidak ada waktu dan kesempatan untuk menulis. Semoga apa yang menjadi impian dan obsesi dalam menulis buku karya sendiri akan terlaksana dan benar-benar terwujud nyata.

Salam Literasi

Tulungagung, 19 Oktober 2020

Intokowati


-------------------------------------------------------------------------------

Menulis Buku

Undangan Menulis Antologi Buku


Masing-masing kita pasti memiliki tujuan dan alasan mengapa memutuskan diri untuk bergabung dengan WhatsApp grup Sahabat Pena Kita (SPK) Tulungagung. Di antara sekian alasan dan tujuan itu salah satunya ialah bercita-cita mampu menulis buku dan memiliki karya. Dalam rangka memotivasi diri dan mengabadikan semua alasan dan tujuan itu, kami mengundang Bapak Ibu sekalian untuk berkontribusi menulis yang akan kita terbitkan menjadi buku antologi. Buku ini diharapkan bisa terbit di penghujung tahun ini. Adapun ketentuannya adalah :

  1.  Topik: "Menulis Buku".
  2. Tulisan bebas. Boleh tentang cita-cita menulis buku, mimpi menulis buku, bayangan menulis, strategi menulis, atau apapun tentang menulis buku.
  3. Panjang tulisan maksimal 5 halaman huruf  Times New Roman spasi 1,5.
  4. Struktur tulisan: judul, nama penulis, isi tulisan, biodata singkat.
  5. File dikirim dengan format: Nama Penulis_Judul tulisan, Contoh: Muhammad Fahmi_Menulis Buku Adalah Mimpiku.
  6. Tulisan dikirimkan ke WA (atas nama Zidna): 085606662005
  7. Batas akhir penerimaan tulisan: 15 Oktober 2020.
  8. Kontribusi 100 Ribu, mendapatkan 1 eksemplar buku ber-ISBN. Jika ingin pesan lebih 1, per buku menambah 50 ribu.

Nb: Kontribusi 100 Ribu diambil dari iuran bulanan selama 4 bulan. Bagi yang belum genap 4 bulan, silakan membayar iuran ke bendahara. 

BRI 6590 0103 7225 537

an. Fahmi Muhammad


Ttd 

PH SPK Tulungagung

Selasa, 06 Oktober 2020

MENGENANG PERJUANGAN SANG KAKAK PERTAMA

Sebelum bercerita lebih jauh tentang kakak pertama, terlebih dahulu saya menceritakan tentang latar belakang keluarganya, Kakak ipar bernama Suparli beliau seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia dari matra Angkatan Darat, sebenarnya beliau bukan anak pertama dari delapan bersaudara namun ada kakak pertama yang sudah wafat beberapa puluh tahun yang silam, akhirnya kakak yang nomer dua ini menjadi kakak pertama. Perjuangan sebagai kakak pertama tidaklah mudah disaat beberapa adik-adiknya masih membutuhkan biaya untuk melanjutkan sekolah. Sebagai orang tertua dikeluarga tentunya mempunyai beban tanggung jawab moril yang harus diemban sang kakak yakni bekerja. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah dan lulus beliau langsung mendaftarkan diri menjadi anggota TNI dan di terima dengan penugasan di KOSTRAD.

Beberapa penugasan operasi militer pernah dijalaninya, pertama ditugaskan di Timor Timur pada tahun 1975 , kemudian penugasan ke dua tahun 1980, ketiga tahun 1986 dan terakhir penugasan ke Timor Timur tahun 1991. Selain ditugaskan di daerah operasi juga ditugaskan didaerah perbatasan Malaysia dan juga sebagai pasukan perdamaian di Kamboja. Tentunya pengalaman kedinasan cukuplah banyak dan beragam sesuai dengan kondisi dan lingkungan daerah dimana beliau ditempatkan. Tugas didaerah operasi sangatlah berat dan menguras fisik serta strategi bertempur yang handal, beberapa temannya banyak yang meninggal tidak hanya terkena tembakan atau jebakan musuh akan tetapi juga terkena sakit malaria yang tidak segera mendapatkan pertolongan dan penanganan medis karena lokasi tempat tugas memang dihutan yang jauh dari rumah penduduk apalagi fasilitas kesehatan. Perjuangan yang sulit dan mempertaruhkan nyawa dijalaninya dengan penuh ketabahan dan jiwa patriotisme yang tinggi. Rasa cinta kepada tanah air melebihi rasa cintanya pada diri sendiri, semangat berjuang untuk menegakkan kedaulatan bangsa terus bergelora tak pernah surut sampai ajal menjemput. 

Dua tahun silam tepatnya hari Jum’at, tanggal 5 Oktober 2018 bertepatan dengan HUT TNI ke- 73 kakak pertama menghadap Sang Illahi, jiwa prajurit TNI selalu terpatri di hati dan sanubari sampai dibawa mati. Keluarga merasa sangat kehilangan, sebagai orang yang dituakan dalam keluarga besar, beliau sangat disegani oleh adik-adiknya. Sungguh sangat tidak bisa dipercaya kalau kematian sudah datang menjemput, datang periksa ke rumah sakit masih biasa jalannya setibanya di UGD langsung ditangani secara medis, selang beberapa saat malah dipindah ke ICU waktu itu masih biasa saja dalam keadaan sadar dan malah menyuruh saya pulang, hari berikutnya kondisinya semakin menurun namun masih bisa komunikasi, kemudian kebetulan saya diminta sama istrinya untuk ke RS dan tanpa menunggu lama sudah sampai di ruang ICU kebetulan ada dokter yang menangani kakak, kami konsultasi dan bertanya kepada dokter kemungkinan kesembuhan pasien kira-kira bagaimana..? dan jawaban dari dokter tinggal menunggu keajaiban, rasanya sulit dipercaya tapi mencoba tetap tabah. Karena ada telpon istrinya kakak keluar dari ruangan ICU dan saya sendiri yang jaga, dengan berbisik pelan mencoba mengajak untuk membaca syahadat dan selalu istighfar namun ternyata malah mengeluarkan darah dari mulutnya, sayapun panik dan teriak sama perawat dan dokter Rina yang masih belum beranjak dari tempat duduk semula. Karena hari itu hari Jum’at dan suami ataupun keluarga yang lain masih melaksanakan sholat jumat di masjid otomatis belum ada yang mengangkat telpon, dengan gemetar saya menyaksikan bagaimana perjuangan kakak dalam menghadapi sakaratul mautnya. Tanpa merasa kesakitan beliau mencoba untuk selalu membaca kalimat thoyibah namun tubuhnya sudah tak mampu untuk bergerak hanya mulutnya saja terlihat bergetar, selang beberapa saat akhirnya beliau dinyatakan meninggal oleh dokter. Berakhirlah seorang pejuang keluarga, pejuang tanah air dan seorang veteran Seroja, damailah engkau di alammu wahai kakak pertama.



Tulungagung, 6 Oktober 2020

Intokowati

#SahabatPenaKIta